PENANGANAN penyakit demensia alzheimer di Indonesia masih menanti niat baik dari pemerintah. Hal itu diutarakan Wakil Ketua MPR RI yang membidangi
Penyerapan Aspirasi Masyarakat dan Daerah, Lestari Moerdijat, saat berbicara dengan pengurus Alzheimer Indonesia secara virtual, kemarin.
“Bukan semata kita mengenali penyakitnya, melainkan lebih dari itu, negara harus benar benar hadir lewat sejumlah kebijakan yang bisa mengatasi
penyakit demensia alzheimer di Indonesia secara menyeluruh,” kata Rerie, panggilan akrab Lestari.
Demensia alzheimer merupakan gangguan penurunan fungsi otak yang memengaruhi emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan seseorang. Orang awam
menyebutnya dengan pikun.
Menurut Rerie, penyakit demensia alzheimer di Indonesia belum banyak dipahami masyarakat. Karena itu, negara harus hadir dalam penanganan demensia
alzheimer yang mayoritas dialami kaum lansia itu.
Di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang dengan demensia (ODD) pada 2016 yang akan meningkat menjadi 2 juta orang pada 2030 mendatang.
Kerugian yang dialami keluarga yang terkena demensia alzheimer diperkirakan mencapai US$2,2 miliar. Kerugian ekonomi itu, antara lain disebabkan hilangnya
penghasilan bagi ODD, caregivers yang merawat dan mendampinginya, serta tingginya biaya mengurus ODD.
Founder Alzheimer Indonesia dan Regional Director Alzheimer’s Diseases International DY Suharya mengungkapkan pihaknya sudah bertemu Komnas
HAM, Bappenas, Kemenkes, Kemensos, dan kementerian lainnya untuk memperjuangkan hak pelayanan kesehatan bagi warga lansia yang rawan terkena ODD.
“Tetapi hingga saat ini realisasi sejumlah kebijakan yang dibahas belum membuahkan hasil. Dementia is everybody’s business dan perlu upaya semua pihak untuk berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup lintas generasi,“ ujar DY Suharya. (RO/H-2)