18 September 2023, 16:00 WIB

Komisi IV DPR Sepakati Bentuk Panja Tangani Harga dan Ketersediaan Jagung


Fetry Wuryasti |

KOMISI IV DPR menyepakati dibentuknya panitia kerja (panja) untuk membahas permasalahan data produksi, pasokan panen, dan kendali harga jagung yang berpihak pada peternak. DPR akan mengejar proses pengusulan panja ini sebelum masuk masa resesi.

Para peternak telah mencurahkan ketidaksanggupan mereka untuk beroperasi bila harga jagung terus merangkak di atas Rp6.000 per kilogram. Mereka berharap setelah Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), agar ada jawaban dari permintaan mereka dipastikannya ketersediaan jagung hingga akhir tahun.

Anggota Komisi IV DPR RI raksi Partai Keadilan Sejahtera Slamet mengatakan DPR perlu membuat langkah nyata. Untuk jangka pendek dia mengatakan untuk melakukan pemanggilan kepada Badan Pangan Nasional (Bapanas), sekaligus Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian untuk merespon permasalahan ini.

“Jangka panjangnya, harus kita urai sebagai pengawas untuk membentuk Panja. Kalau kita angkat soal revisi Undang-undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, prosesnya panjang. Sebab setelah diputuskannya UU Cipta Kerja, UU PKH menjadi salah satu undang-undang yang direvisi,” kata Slamet, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para asosiasi perunggasan terkait peningkatan produksi unggas, Senin (18/9).

Anggota Komisi IV Fraksi PDIP Djarot Saiful Hidayat mengatakan kenaikan harga jagung juga berkaitan dengan tata kelola perunggasan yang buruk dan sudah menahun. Maka harus dikaji persoalannya dari hulu hingga hilir.

Sebab, ditekankan oleh Djarot, pemerintah tidak memiliki data produksi jagung yang valid, termasuk produk pangan lain seperti beras. Artinya untuk persoalan data yang dasar saja, pemerintah sudah gagap dan bebal.

Maka dia juga sepakat dibentuk panja. Sehingga begitu DPR menerima keluhan, masukan, dan data yang konkret, minimal bisa memberikan solusi kebijakan yang berpihak kepada peternak kecil. Bagaimanapun juga pemerintah ini harus berpihak kepada yang kecil depan pada integrator yang besar.

“Ini menjadi penting sebab unggas, telur dan daging ayam masuk di dalam poin kedaulatan pangan, selain beras tentunya. Yang kami khawatirkan bila pemerintah tidak berpihak kepada peternak kecil dan UMKM, di masa depan orang tidak mau lagi menjadi peternak dan Indonesia akan tergantung pada impor,” kata Djarot.

Untuk itu, pekan ini Komisi IV akan turut memanggil Dirjen PKH Kementan dan Bapanas, dan menyampaikan pembentukan panja seperti panja pupuk, agar hasil keputusan mengikat dan menjadi pertanggungjawaban.

Perwakilan dari tujuh koperasi dan dua asosiasi unggas, Suwardi mengatakan peternak hanya menginginkan kepastian ketersediaan jagung, serta harga jagung yang terjangkau juga tidak jatuh di tingkat petani. Dia mengatakan akibat jagung tidak menjadi pangan utama, sehingga inflasinya tidak tertulis.

“Padahal harga jagung sudah naik 30% dari harga pokok produksi (HPP), dan di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) yang sudah ditetapkan yaitu Rp5.000/kg,” kata Suwardi.

Kondisi harga jagung yang senilai Rp6.500 per kg, disertai dengan inflasi impor bahan baku, mengakibatkan ongkos produksi telur menjadi naik, dan peternak sudah menanggung rugi. Menurut dia HPP telur hari ini Rp24.700, peternak baru bisa hidup dengan harga jagung di atas Rp6.000.

Dari asosiasi yang dia wakili yaitu 4.245 peternak dengan jumlah populasi unggas 42.429.571 ekor, membutuhkan pasokan jagung untuk  Novamber dan Desember sebanyak 190 ribu ton. "Kami berharap melalui forum ini bisa disampaikan ke pemerintah,” kata Suwardi.

Wakil Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Hidayaturrahman meminta agar pemerintah melakukan evaluasi harga jagung sesuai dengan Harga Acuan Pembelian (HAP). Harga pakan jagung di pasar saat ini sudah lebih tinggi dari pada HAP, sementara peternak mendapat tekanan tidak dapat menaikkan harga telur karena berkaitan dengan isu menjaga inflasi.

"Di Jawa Timur harga pakan mencapai Rp6.400-6.500/kg sementara HAP Rp5.000/kg. Selisihnya cukup besar tapi jualan telur tidak boleh naik," kata Hidayatullah.

Pinsar tidak meminta agar pemerintah memberikan subsidi jagung. Sebab kata dia pemberian jagung selama ini tidak berjalan optimal dalam menekan ongkos produksi. Dia meminta agar pemerintah memastikan ketersediaan jagung dengan HAP yang sudah disepakati bersama.

"Seharunya disediakan jagung yang sifatnya bukan subsidi tapi ketersediaan sesuai dengan HAP. Kalau ongkos produksi naik namun harga dikunci, peternak akan menjadi korban," kata Hidayatullah. (E-3)

BERITA TERKAIT