KETUA Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar meyakini bahwa Pemilu 2024 akan mendorong perekonomian Indonesia. Dengan merujuk pada data-data sebelumnya, terjadi peningkatan konsumsi pascapemilu.
"Indonesia merupakan sistem demokrasi presidensial terbesar di dunia. Oleh karena itu dengan pengalaman kita yang sudah lima kali melakukan proses Pemilu Presiden dan anggota legislatif, maka sudah dianggap matang dan tidak menimbulkan risiko yang berbeda dengan kondisi sebelumnya," kata Mahendra, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK bulan Mei 2023, Selasa (6/6).
Dia tekanan sebaliknya justru Pemilu sering dilihat terbukti dari data dan analisis yang terjadi pada periode-periode sebelumnya bahwa justru memberikan tambahan peluang bagi pergerakan aktivitas perekonomian di Indonesia.
Baca juga : OJK : Investigasi Terhadap Serangan Siber ke BSI Masih Berlangsung
Data historis menunjukkan tingkat konsumsi meningkat pada periode sebelum dan setelah Pemilu. Beberapa sektor ekonomi justru mengalami pertumbuhan pada periode di sekitar Pemilu.
"Terbukti Pemilu memberikan momentum yang baik kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan diantisipasi tidak akan membawa masalah dan akan berjalan lancar," kata Mahendra.
Baca juga : Wapres: Separuh PDAM Dalam Kondisi 'Sakit'
Terkait dengan kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia, OJK akan menjaga dan mengawalnya untuk stabil dan tumbuh solid dengan fundamen yang baik dan sentimen publik yang terjaga kuat.
"Kami akan terus memastikan kinerja dari sektor jasa keuangan di sektor perbankan, di pasar modal dan IKNB akan terjaga dengan melakukan berbagai assessment yang sesuai dengan best practices, yang berorientasi kepada penilaian yang forward looking, termasuk memastikan keberlangsungan seluruh kegiatan perekonomian yang normal pada periode tersebut," kata Mahendra.
Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bulan Mei 2023 menilai kondisi stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah tingginya dinamika perekonomian global.
Dinamika perekonomian global menyebabkan kinerja intermediasi di beberapa sektor ekonomi nasional mengalami penurunan. Namun stabilitas sektor jasa keuangan domestik tetap terjaga, dengan pemodalan yang solid, profil risiko yang terjaga dan likuiditas yang memadai.
Ketidakpastian negosiasi tentang plafon utang/ debt ceiling Amerika Serikat menjelang 31 Mei 2023 kemarin telah meningkatkan volatilitas di pasar keuangan global, khususnya di pasar surat utang setelah sempat mereda seiring tekanan terhadap perbankan global yang juga mereda.
Selain itu tingkat inflasi global yang tetap di level tinggi, kinerja perekonomian dan pasar tenaga kerja di Amerika Serikat yang masih solid, diperkirakan akan kembali memicu kenaikan suku bunga kebijakan di Amerika Serikat.
Tren Pelemahan perekonomian global masih berlanjut, tercermin dari penurunan aktivitas industri dan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang lebih rendah daripada ekspektasi, penurunan harga komoditas serta fragmentasi karena geopolitik.
Sekalipun begitu kinerja perekonomian nasional terpantau stabil, dengan inflasi turun menjadi 4 persen (yoy), dibandingkan pada April 2023 di tingkat 4,33 persen (yoy).
Kinerja sektor manufaktur masih melanjutkan ekspansi dengan Purchasing Managers' Index atau PMI di bulan Mei 2023 menjadi 50,3. Namun angka ini melambat dibandingkan April pada level 52,7.
Neraca perdagangan juga mencatatkan surplus di April 2023 meski kinerja ekspor mengalami kontraksi yang cukup dalam, dipengaruhi turunnya harga dan volume komoditas ekspor utama Indonesia.
Pantau Perkembangan Kepemilikan Surat Utang AS
Mahendra juga mengatakan terkait perpanjangan persetujuan batas plafon utang Amerika Serikat yang akhirnya disetujui, OJK terus memantau seksama akan yang terjadi di Amerika Serikat.
Sebelumnya saat ketidakpastian global meningkat karena tidak kunjung disepakatinya plafon utang baru AS, dampak ke Indonesia pun sebenarnya kecil. Ini mengingat sejumlah kepemilikan dari obligasi pemerintah Amerika Serikat oleh sektor keuangan Indonesia sangat kecil dengan nilai Rp34 triliun, yang kemudian jatuh tempo dalam setahun sebesar Rp 27 triliun.
Kemudian pemerintah dan kongres Amerika Serikat baik DPR maupun di senat akhirnya menyetujui kenaikan plafon utang pemerintah AS. Ini membawa kelegaan dari sistem yang dunia yang dapat dipengaruhi.
Sebab, selain oleh para pihak yang memiliki surat utang Amerika Serikat, cukup besar negara lain yang memilikinya seperti Jepang, Inggris, Tiongkok, dan berapa negara besar lainnya, yang dikawatirkan dapat menimbulkan dampak kepada stabilitas sistem keuangan global.
Menariknya, kesepakatan pemerintah dan kongres Amerika Serikat berlaku untuk 2 tahun. Artinya perdebatan akan plafon utang AS tidak akan terulang lagi pada tahun depan, yang merupakan tahun Pemilu Presiden, DPR dan anggota senat di Amerika Serikat.
"Dari kaca mata itu tentu kita tidak perlu mengalami prngulangan dari episode ini. Memang periode seperti pembahasan batas utang AS sampai menut terakhir ini, sudah berpuluh kali terjadi di Amerika Serikat. Namun di saat terakhir kemudian disepakati ambang batas yang baru dan tidak pernah sampai terjadi default atau kegagalan dari surat utang AS," jelas Mahendra.
Ke depannya, belajar dari pengalaman ini, OJK akan harus mencermati perkembangan dan kepemilikan dari surat utang pemerintah Amerika Serikat dan risiko dampaknya pada sistem keuangan di Indonesia. (Z-4)