PERUBAHAN iklim memberi dampak yang besar pada benua Asia. Organisasi Meteorological Dunia (WMO) mencatat, pada 2021 saja, permasalahan iklim dan bencana yang disebabkan oleh air di Asia telah membawa kerugian hingga US$35,6 miliar. Selain itu, tidak kurang dari 50 juta orang, terkena imbasnya secara langsung.
Menimpali data ini, Direktur Senior Chartered Financial Analyst (CFA) Institute Richard McGilivray mengungkapkan Asia merupakan tempat yang paling terdampak atas perubahan iklim.
Oleh karena itu, Richard mendorong diadakannya sistem investasi dan korporasi yang berbasis pada ESG (lingkungan, sosial masyarakat, dan tata kelola pemerintahan).
Baca juga: BI Tahan Suku Bunga, Obligasi jadi Pilihan Menarik
“ESG secara besar-besaran terjadi di Asia. Dan kamu akan melihat sustainability yang besar di sini. Manusia berada dalam bahaya. Lingkungan kita berada dalam risiko keberlanjutan. Misalnya, di Jakarta, 40% Jakarta di bawah air, dan kita tahu, tantangan terbesar di masalah iklim adalah kenaikan air laut. Dan penting, untuk melakukan aksi untuk mengatasi ini. Ini yang dimaksud dengan sustainable,” ujar Richard dalam konferensi pers BNP Paribas, di Ritz-Carlton, Jakarta, dikutip Kamis (25/5).
“Negara yang paling terdampak pada perubahan iklim ini adalah negara di Asia. Dan termasuk Indonesia. Itulah sustainability, pemerintah mengambil alih untuk mengatasi ketidakberlanjutan,” sambungnya.
Menurut Richard, dengan mendorong sistem investasi yang berbasis ESG, pemerintah dan masyarakat, juga akan serta-merta memberikan tekanan bagi korporasi untuk melaksanakan sistem kerja yang mendorong keberlanjutan lingkungan, dan inklusivitas sosial masyarakat.
Baca juga: Erick Thohir Sebut Rp9,5 T Dana Pensiun BUMN Salah Investasi
Merespon pernyataan Richard, Presiden Direktur BNP Paribas Priyo Santoso juga ikut mendorong tren investasi ESG di Indonesia. Karena, menurutnya, Indonesia merupakan negara yang bergantung pada sumber daya alam. Oleh karena itu, perubahan iklim, akan sangat mempengaruhi kekuatan ekonomi Indonesia.
“Ibu Sri Mulyani bilang kalau krisis iklim mempengaruhi banyak sektor kehidupan kita. Bahkan mungkin kita sudah merasakannya. Misalnya, cuaca ekstrem, kita melihat banyak kekeringan, es di kutub utara mencair, dan melihat fenomena itu, bahwa 20 tahun mendatang, bagaimana generasi mendatang, kalau kita tidak melakukan sesuatu mengenai itu,” ungkap Priyo. (Z-1)