KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Perkebunan terus kawal pelaksanaan perizinan berusaha perkebunan agar berjalan lebih teratur dan sesuai dengan regulasi serta sustainable. Jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada perekonomian masyarakat maupun negara.
“Pentingnya menyamakan persepsi agar seluruh elemen pemerintah baik pusat maupun daerah yang mengelola perizinan berusaha di bidang Perkebunan memahami regulasi saat ini khususnya terkait pengawasan perizinan berusaha secara menyeluruh, serta memberikan perhatian yang tinggi terhadap perizinan berusaha sub sektor perkebunan yang terintegrasi secara elektronik melalui OSS (Online Single Submission) sekarang harus berbasis risiko (risk based) dan skala usaha,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Heru Tri Widarto, saat memberikan arahan di Pertemuan Nasional Evaluasi dan Pengawasan Perizinan Berusaha Sub Sektor Perkebunan (25/5).
Heru menjelaskan, perizinan berusaha yang diterbitkan Lembaga OSS berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala kegiatan usaha meliputi skala usaha mikro, usaha kecil, hingga usaha berskala besar, yang telah diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2021 dan Permentan Nomor 15 Tahun 2021 dan peraturan terkait lainnya.
Baca juga:
“Perlu diketahui, saat ini perkembangan proses permohonan perizinan usaha perkebunan yang telah diterima melalui sistem OSS mencapai 130 permohonan, yang disetujui sebanyak 42 permohonan dengan rincian KBLI 01262 sebanyak 20 permohonan, KBLI 01160 sebanyak 1 permohonan dan KBLI 10431 sebanyak 21 permohonan, sejak ditetapkannya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 kurun waktu bulan Januari hingga Mei 2023,” paparnya.
Heru menambahkan, adanya permohonan yang belum disetujui karena harus melakukan perbaikan atau ditolak karena tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Menurut Hasil pembahasan oleh Tim Evaluasi dan Pengawasan Perizinan Berusaha sejak 2022 hingga sekarang (Mei 2023) terdapat 88 permohonan, terdiri dari 87 permohonan yang perlu perbaikan dan 1 permohonan ditolak dengan rincian KBLI 01262 sebanyak 51 permohonan diperbaiki dan 1 (satu) permohonan ditolak dan KBLI 10431 sebanyak 36 (tiga puluh tiga) permohonan dilakukan perbaikan.
“Direktorat Jenderal Perkebunan, tidak dapat bekerja sendiri dalam merencanakan dan menjalankan berbagai program dan kegiatan pembangunan perkebunan khususnya terhadap evaluasi dan pengawasan perizinan berusaha. Pelaku usaha yang telah memiliki Perizinan Berusaha Berbasis Risiko perlu dilakukan pengawasan (post audit) untuk memastikan pelaksanaan kegiatan usaha sesuai dengan standar pelaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan melalui pendekatan berbasis Risiko dan kewajiban yang harus dipenuhi Pelaku Usaha,” jelasnya.
Baca juga: Pemerintah Percepat Kemudahan Proses Perizinan Ekspor-Impor
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, pengawasan dilakukan oleh menteri di bidang pertanian, gubernur, bupati/wali kota, Administrator KEK, atau kepala Badan Pengusahaan KPBPB sesuai kewenangan masing-masing. Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, menyebutkan bahwa pengawasan perizinan usaha perkebunan dibagi menjadi dua yaitu Pengawasan rutin dan Pengawasan insidental.
Heru menjelaskan, pengawasan rutin mencakup laporan pelaku usaha dan inspeksi lapangan berupa evaluasi kinerja yang dilakukan secara berkala, sekurangnya enam bulan sekali. Sedangkan pengawasan insidental berdasarkan pengaduan dari masyarakat atau pelaku usaha, dilakukan pada waktu tertentu dan dapat dilakukan melalui inspeksi lapangan atau secara virtual.
“Perlunya melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha untuk memastikan kepatuhan pemenuhan persyaratan dan kewajiban, mengumpulkan data, bukti, dan laporan terhadap bahaya yang timbul dari kegiatan usaha, serta menentukan pembinaan atau sanksi jika ditemui tidak berjalan sesuai ketentuan,” jelas Heru. (RO/S-3)