28 April 2023, 14:01 WIB

BRI Cetak Laba Rp15,56 Triliun di Kuartal Pertama 2023


Media Indonesia |

DI tengah kondisi perekonomian global yang mengalami perlambatan karena gejolak keuangan, terutama setelah kegagalan beberapa bank di Amerika Serikat, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI berhasil mengawali tahun 2023 dengan melanjutkan kinerja cemerlang.

Di tengah gejolak perekonomian global, hingga akhir kuartal I 2023 BRI mampu mencatatkan laba secara konsolidasian (BRI Group) sebesar Rp15,56 triliun atau tumbuh 27,37% year on year (yoy). Adapun aset BRI Group tumbuh 10,46% yoy menjadi Rp1.822,97 triliun.

Baca juga: BRI Bagi Dividen Rp43,49 Triliun, 85% dari Laba

Terkait dengan pencapaian itu, Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan di tengah gejolak perekonomian global tersebut, pada 3 bulan pertama di 2023, BRI dapat melanjutkan kinerja positifnya.

Hal tersebut tak lepas dari komitmen BRI untuk tetap tumbuh secara berkelanjutan dengan fokus di segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah menjadi pondasi pertumbuhan bisnis perusahaan selama lebih dari 127 tahun.

Dari sisi penyaluran kredit, seluruh segmen kredit BRI tercatat tumbuh positif, dengan kontributor utama di segmen mikro yang tumbuh 11,18%, sehingga total kredit dan pembiayaan BRI Group menjadi Rp1.180,12 triliun.

“Khusus untuk segmen UMKM porsinya mencapai 83,86% dari total kredit BRI atau setara dengan Rp989,64 triliun," jelas Sunarso dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/4).

Baca juga: BRI Targetkan 85% Kredit untuk UMKM pada 2025

Kemampuan BRI dalam menyalurkan kredit diimbangi dengan pengelolaan manajemen risiko yang prudent.

Hal tersebut tercermin dari rasio NPL pada akhir kuartal I 2023 sebesar 2,86% atau membaik jika dibandingkan dengan NPL pada periode sama tahun lalu sebesar 3,09%.

Hal tersebut membuat credit cost BRI membaik, dari semula 2,78% pada kuartal I 2022 menjadi 2,39% di akhir kuartal I 2023.

“Meskipun kualitas kredit membaik, BRI tetap menyediakan pencadangan yang memadai dengan NPL coverage mencapai 282,49%. Hal ini merupakan langkah antisipatif dan upaya mitigasi risiko menghadapi ketidakpastian perekonomian global, kenaikan inflasi dan suku bunga, dan perlambatan ekonomi dunia," ungkap Sunarso.

 

Pertumbuhan dana murah

Selanjutnya, dari sisi pendanaan, BRI mampu menghimpun dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp1.255,45 triliun atau tumbuh double digit sebesar 11,45% yoy dengan penopang utama pertumbuhan dana murah atau CASA yang tumbuh 13,01% yoy menjadi Rp810,09 triliun.

Fokus BRI mengakselerasi kemampuan dalam menghimpun dana murah tersebut membuat rasio CASA meningkat menjadi 64,53%. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yakni sebesar 63,63%.

“Peningkatan CASA itu didukung oleh strategi BRI dalam meningkatkan transaksi nasabah di segmen mikro, ritel maupun wholesale,” ujar Sunarso.

Pada segmen mikro dan ritel, penghimpunan CASA di antaranya didukung oleh optimalisasi transaksi melalui AgenBRILink, Super Apps BRImo, dan digital payment platform (BRI API).

Baca juga: Dirut BRI: Suku Bunga Murah Bukan Penentu Tingginya Pertumbuhan Kredit

Sementara itu, pada segmen wholesale penghimpunan CASA dioptimalkan melalui pengembangan platform digital payment terintegrasi yang dinamakan Qlola.

Platform Qlola tersebut menyediakan akses menyeluruh terhadap layanan wholesale banking BRI seperti layanan cash management, trade finance, supply chain management, foreign exchange, investment service, dan financial dashboard.

Selain itu, kontributor lain yang menjadi penopang kinerja BRI tersebut yakni pendapatan berbasis komisi atau fee based income (FBI) yang tumbuh 11,45% yoy atau mencapai Rp5,08 triliun.

“Pencapaian FBI itu sejalan dengan peningkatan jumlah agen BRILink yang per Maret 2023 mencapai lebih dari 650 ribu agen dengan total nilai transaksi Rp325,65 triliun."

"Serta kenaikan jumlah transaksi finansial BRImo yang mencapai 99,07% yoy dengan total nilai transaksi mencapai Rp884 triliun dan jumlah pengguna yang mencapai lebih dari 26,3 juta user pada akhir kuartal I 2023," ungkap Sunarso.

 

Transaksi digital

Sunarso menambahkan perubahan preferensi nasabah yang semakin gemar dengan transaksi digital, khususnya di segmen mikro dan ultra mikro diproyeksikan terus berlanjut pada 2023.

Selain meningkatkan penetrasi layanan keuangan (financial inclusion) di Indonesia, dengan hybrid bank business model yang diterapkan BRI akan menghadirkan layanan perbankan yang lebih efektif, efisien, dan terintegrasi sesuai journey literasi digital masyarakat Indonesia.

Dari sisi efisiensi, keberhasilan BRI dalam melakukan efisiensi juga tercermin dari rasio biaya operasional pendapatan operasional (BOPO), cost efficiency ratio (CER), dan cost to income ratio (CIR) yang membaik dibandingkan periode sama tahun lalu.

BOPO kuartal I 2023 tercatat 64,47%, semakin baik dibandingkan dengan BOPO pada kuartal I 2022 sebesar 68,26%.

CER juga tercatat semakin membaik dari 45,68% di akhir kuartal I 2022 menjadi 42,69% di akhir kuartal I 2023, dan CIR semula 42,23% menjadi 41,83%, yang artinya semakin efisien.

Baca juga: Wow, BRI Tutup 2022 dengan Laba Rp51,4 Triliun

Dengan pertumbuhan bisnis dan profitabilitas yang kuat tersebut, BRI mampu menjaga rasio keuangan pada level yang baik.

Loan to deposit ratio (LDR) Bank berada pada level 84,94%, menunjukkan kondisi likuiditas masih sangat memadai untuk mendukung pertumbuhan bisnis ke depan.

BRI juga mampu menjaga kondisi permodalan yang kuat dengan CAR mencapai 24,98% berada di atas minimum ketentuan regulator yang sebesar 17,5% (setelah memperhitungkan implementasi Basel 3) dan risk appetite perusahaan sebesar 19%.

“Dengan rasio kecukupan modal yang sangat memadai tersebut, BRI mampu mengantisipasi semua risiko utama yang terjadi dalam pengelolaan bank baik risiko pasar, risiko kredit, maupun risiko operasional serta mendukung pertumbuhan bisnis ke depan secara jangka panjang," ungkap Sunarso.

 

Tidak berdampak signifikan

Menutup paparannya, Sunarso mengungkapkan BRI melihat bahwa perlambatan dan gejolak ekonomi global pada 2023 tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian domestik dengan potensi resesi sebesar 2% di 2023.

Keyakinan itu berdasarkan prediksi dari BRI dengan menggunakan metode Markov Switching Dynamic Model (MSDM).

Metode ini memperkuat evaluasi dan analisa Bloomberg sebelumnya, serta terbukti secara akurat pada kasus terdahulu seperti memproyeksi resesi di Indonesia pada ASEAN Financial Crisis pada 1998 dan saat pandemi covid-19 pada 2020 lalu.

Karena itu, Sunarso pun mengungkapkan optimismenya bahwa Indonesia akan mampu bertahan dari ancaman risiko resesi.

“Sehingga prospek dan kinerja industri perbankan khususnya BRI juga akan lebih baik pada 2023, dengan kredit BRI kami proyeksikan mampu tumbuh di level 10-12% dan didukung pertumbuhan pada segmen UMKM khususnya mikro dan ultra mikro," pungkasnya. (RO/S-2)

 

BERITA TERKAIT