Masih tingginya harga beras saat ini dinilai sebagai akibat dari keterlambatan pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) oleh Bulog pada tahun lalu. Lambatnya pengambilan keputusan untuk melakukan impor beras juga dianggap ambil peran dari situasi sekarang ini.
"Problemnya adalah kita agak terlambat melakukan pengadaan beras impor tahun lalu," tutur Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad kepada Media Indonesia, Rabu, (29/3).
Impor beras yang mestinya dicicil setiap bulan oleh Bulog untuk menjaga CBP, lanjut dia, tidak dilakukan. Keputusan impor baru dikeluarkan di akhir tahun saat panen mengalami penurunan dan paceklik sepanjang Oktober-Januari di saat harga beras mengalami kenaikan.
Baca juga: Awas, Ada Sanksi untuk Distributor Nakal yang Berani Timbun Sembako
Saat memasuki musim panen raya, harga beras bertambah tinggi. Ini menyebabkan Bulog tak bisa menyerap beras untuk kebutuhan CBP. Pasalnya, harga yang ditawar Bulog lebih rendah dari harga pasar. Alhasil, wacana impor beras muncul di tengah musim panen.
Impor diperlukan untuk memastikan stok CBP aman. Sebab, CBP itu akan menjadi alat untuk stabilisasi harga untuk mengisi kekosongan beras di pasar. Namun bila impor dilakukan di tengah musim panen, harga di tingkat petani otomatis akan mengalami penurunan drastis.
Baca juga: Bulog Harus Antisipasi Gejolak Harga Beras
"Kalau impor dilakukan saat panen, otomatis harga di petani akan jatuh. Ini dampak berantai dari situasi 2022. Ini ketidakpiawaian pengadaan," kata Tauhid.
Padahal berdasarkan hitungan yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), stok beras diproyeksikan surplus 1,17 juta ton di Februari 2023, lalu surplus 2,76 juta ton di Maret 2023, dan surplus 1 juta ton pada April 2023.
Namun karena keterlambatan impor, stok CBP diperkirakan tidak menyentuh angka estimasi tersebut. Pasalnya di Desember 2022 stok CBP di gudang Bulog hanya berkisar 326 ribu ton, di bawah batas stok aman yang sebanyak 1,2 juta ton.
(Z-9)