Kepemimpinan Indonesia di tingkat global dalam Presidensi G20 Jalur Keuangan terus berlanjut melalui Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 dalam jalur ekonomi khususnya pilar keuangan.
Kepemimpinan Indonesia untuk mendukung ekonomi kawasan ASEAN tersebut akan menghasilkan aksi nyata dalam pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau the 1st ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting (AFMGM) yang akan berlangsung pada 28-31 Maret 2023 di Bali.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menekankan, Keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 melanjutkan kepemimpinan sebelumnya dalam Presidensi G20.
"Peran Keketuaan Indonesia dalam ASEAN 2023 merupakan bagian dari tahapan menuju terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) 2025 yang saling terkoneksi, inklusif dan sejahtera pada 2025," kata Dody, Senin (27/3).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu, menambahkan bahwa kondisi perekonomian ASEAN saat ini stabil. Bahkan untuk tahun 2023, organisasi internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan OECD memandang kawasan ASEAN sebagai epicentrum of growth di tengah berbagai tantangan yang dihadapi ini di tahun 2023 ini.
"Hal ini yang kemudian menjadi semangat bersama untuk menuju kawasan yang lebih stabil dan berkelanjutan," kata Febrio.
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia akan menghadirkan sekitar 24 pertemuan yang meliputi pertemuan utama, mulai tingkat Deputi hingga Prinsipal, dan pertemuan pendukung yang berbalut tema “Discover Indonesia", khususnya mengangkat budaya Sulawesi dan Kalimantan sekaligus menunjukkan giat pariwisata Indonesia.
Beberapa pertemuan utama, antara lain ASEAN Finance Deputies Meeting (AFDM), ASEAN Central Bank Deputies Meeting (ACDM), dan ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFCDM).
Dilanjutkan dengan pertemuan utama ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM), ASEAN Central Bank Governors Meeting (ACGM), dan ASEAN Finance and Central Bank Governors Meeting (AFMGM).
Dalam rangkaian pertemuan utama itu, para delegasi akan menyusun langkah kolektif dan kolaboratif untuk mewujudkan 3 Priorities Economic Deliverables (PEDs), yaitu Rebuilding Regional Growth, Connectivity, and New Competitiveness (recovery rebuilding), Accelerating Inclusive Digital Economy Transformation and Participation (digital economy) dan Promoting Sustainability Economic Growth for a Resilient Future (sustainability).
Kerangka tersebut diharapkan dapat memperkuat para negara anggota ASEAN dalam menghadapi tantangan ekonomi dunia melalui langkah bersama sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia atau Epicentrum of Growth.
Sebagai contoh, implementasi dalam pilar Recovery Rebuilding adalah melalui eksplorasi implementasi bauran kebijakan (policy mix) di negara-negara ASEAN sesuai karakteristik setiap negara mengingat negara-negara ASEAN relatif memiliki permasalahan ekonomi yang serupa pasca pandemi.
Adapun contoh lainnya adalah upaya mengurangi ketergantungan pada mata uang utama melalui skema Local Currency Transaction (LCT) yang merupakan perluasan dari skema sebelumnya Local Currency Settlement (LCS) yang sudah mulai diterapkan antar negara ASEAN.
Sementara itu, di bidang keuangan, inisiatif bilateral swap arrangement antara beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, memiliki makna kerjasama regional yang kuat sebagai bantalan ketahanan keuangan kawasan dan masing-masing negara.
Di area sistem pembayaran, implementasi interkoneksi sistem pembayaran yang saling terhubung antar negara melalui Regional Payment Connectivity (RPC) akan terus diperluas dalam rangka digitalisasi pembayaran lintas negara.
Pada November 2022 kemarin, telah dilakukan penandatanganan kerjasama antara Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand.
Sementara itu, dalam implementasi pilar Sustainability, ASEAN telah mengembangkan ASEAN Taxonomy versi kedua yang merupakan sistem atau 'kamus' untuk menggolongkan kegiatan ekonomi di kawasan untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang dapat memperoleh green financing dengan biaya yang lebih murah.
Taksonomi ini diharapkan bisa diterima dan didukung oleh para Menteri dan Gubernur Bank Sentral pada pertemuan bulan Maret 2023. Untuk beralih bahan bakar fosil ke energi terbarukan, dibutuhkan transisi.
Untuk itu, Indonesia telah melakukan beberapa aktivitas transisi seperti pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara dan Carbon Capture Utilization Storage (CCUS) yang akan mendapatkan pembiayaan transisi (transition finance).
Dari Pilar Digital Economy, pembahasan didorong lebih lanjut terkait inisiatif-inisiatif dalam mendukung inklusi dan literasi keuangan digital bagi UMKM di kawasan ASEAN. (E-1)