21 March 2023, 18:31 WIB

Asosiasi : Penggunaan PLTS Atap Menurun Sejak Ada Pembatasan Oleh PLN


Ficky Ramadhan |

KETUA Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa mengungkapkan, sejak awal 2022, telah terjadi pembatasan kapasitas PLTS atap 10-15 persen yang diterapkan pada berbagai pelanggan, mulai dari residensial (rumah tangga) hingga industri.

Menurutnya, pembatasan kapasitas tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Permen ESDM No. 26/2021 yang mengizinkan hingga maksimum 100 persen daya listrik terpasang. Tentunya, dengan adanya pembatasan tersebut menurunkan minat calon pelanggan untuk menggunakan PLTS atap.

"Pengembangan PLTS skala besar di Indonesia masih belum terlihat dan PLTS atap juga terhambat karena Permen ESDM No. 26/2021 tidak diimplementasikan, termasuk adanya pembatasan kapasitas dan upaya mempersulit perizinan PLTS Atap yang dilakukan PLN,” kata Fabby dalam kegiatan media briefing "Energi Surya Indonesia, Mau Dibawa Ke Mana?" di Jakarta, Selasa (21/3).

Baca juga : Utomo SolaRUV Wujudkan Industrialisasi Rantai Pasok Panel Surya

Padahal, lanjut Fabby, untuk mengejar target energi terbarukan hingga 23 persen pada 2025, pemerintah Indonesia harus menjadikan energi surya sebagai salah satu sumber energi prioritas dan strategis. Hal itu termasuk target pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap hingga 3,6 gigawatt (GW) sampai 2025.

Menurutnya, berdasarkan capaian sektor energi baru, terbarukan, dan konservasi energi Kementerian ESDM, instalasi PLTS di Indonesia (skala besar dan atap) pada 2022 baru mencapai 276,1 megawatt (MW), masih jauh dari target pada 2025, dan energi terbarukan pada bauran energi primer masih di kisaran 12 persen.

Baca juga : Menanti Listrik 24 Jam untuk Bangkitkan Ekonomi di Pulau Palue

“Energi surya fotovoltaik atau PLTS sebenarnya mampu menjadi tulang punggung bauran energi terbarukan, tidak hanya sampai 2025 melainkan juga untuk target net-zero emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat," ujarnya.

Menurut Fabbym sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri pertama tentang PLTS atap pada 2018 (Permen ESDM No. 49/2018), PLTS atap mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan.

"Namun, pada 2022 pertumbuhan pengguna PLTS atap dan kapasitas terpasangnya tidak setinggi 5 tahun sebelumnya," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI) menyebutkan bahwa kendala dalam meningkatkan kapasitas PLTS atap, baik karena kebijakan atau implementasi yang kurang mendukung, sangat berpengaruh terhadap lapangan pekerjaan bagi industri energi surya yang tumbuh.

Menurutnya, hal ini merupakan implikasi dari banyaknya proyek pemasangan PLTS atap yang tertunda sejak tahun lalu karena ketidakjelasan implementasi aturan, sehingga pekerjaan hijau (green jobs) di sektor ini juga berpotensi hilang.

“Industri energi surya di Indonesia sedang tidak baik-baik saja, ini dialami oleh banyak perusahaan pemasang PLTS atap (EPC), tidak hanya anggota PERPLATSI saja. Banyak perusahaan EPC yang harus berhenti menjalankan usaha, sejak Permen ESDM No. 26/2021 muncul dan tidak dilaksanakan sepenuhnya, pemasangan menjadi tertunda dan bahkan batal,” ujar Bendahara Umum PERPLATSI Muhammad Firmansyah.

Selain itu, pihaknya juga menolak draft rencana revisi Permen ESDM No. 26/2021 dalam hal peniadaan ekspor dan impor listrik dari pengguna PLTS, serta diperlukannya pertimbangan matang untuk sistem kuota per daerah. (Z-5)

BERITA TERKAIT