KRISIS likuiditas di pasar keuangan global memicu efek ke pasar emas. Dalam sepekan, harga emas naik 3,4% menjadi USD1,931 / troy ounce.
Ini berlangsung seiring dengan ketakutan pelemahan ekonomi lebih lanjut dan memunculkan kembali kekhawatiran resesi. Sebagai instrumen investasi yang disebut aman, komoditas emas ikut meroket.
“Ada ekspektasi bahwa bank sentral akan lebih longgar dalam mengambil kebijakan untuk menghindari risiko resesi yang meluas dan menjaga stabilitas ekonomi ini telah membawa harga emas juga meningkat,” kata Associate Director and Research of Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia, Nico Demus Maximilianus, Senin (20/3).
Meski demikian, bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) melihat masalah likuiditas yang dialami Credit Suisse, masih cenderung aman di bawah naungan transformasi kebijakan pasar keuangan Eropa. Serta dana talangan dari bank sentral Eropa sebesar USD54 miliar mampu meredam kemungkinan negatif.
Baca juga: Krisis Perbankan AS dan Eropa Berlanjut , BI: Belum Ganggu Bank Nasional
Pada saat yang sama, Bank Dunia tengah menyiapkan rencana meningkatkan pinjaman sebesar USD50 miliar selama satu dekade ke depan melalui perubahan aturan-aturannya.
Ini merupakan salah satu strategi dalam memenuhi tantangan seperti perubahan iklim dan pandemi. Strategi ini juga diambil untuk menurunkan rasio ekuitas terhadap pinjaman minimum di International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau cabang Bank Dunia yang memberikan pinjaman kepada negara-negara berpenghasilan menengah rendah yang layak menerima kredit.
Baca juga: Saham Asia Menguat, Dugaan Kenaikan The Fed dan Krisis Mereda
Transformasi kebijakan tersebut didorong oleh tinjauan G-20 atas kerangka kerja kecukupan modal bank-bank pembangunan multilateral yang dirilis tahun lalu. AS pun sebagai pemegang saham terbesar Bank Dunia, mendorong pemberi pinjaman untuk lebih agresif memperluas neraca keuangannya. (Z-10)