DALAM menggerakkan sektor konsumsi, para pelaku usaha ultra mikro ibarat 'lilin' yang turut menerangi perekonomian Indonesia.
"Tidak seperti sektor makro yang seperti lampu LED, kami layaknya lilin kecil yang menerangi, dari 14 juta pelaku usaha UMKM dan ultra mikro binaan kami," kata Direktur Perencanaan Strategis dan Keuangan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Ninis Kesuma Adriani dalam Executive Forum Media Indonesia dengan tema 'Menerangi Gelap 2023: Digital dan Konsumsi Menjadi Andalan', di Jakarta Kamis (9/3).
Dari awal dibangun pada 1999, PNM dimandatkan untuk memberikan fasilitas pembiayaan kepada sektor UMKM di saat perbankan sedang krisis, dan PNM menjadi alternatif pembiayaan.
Baca Juga: Konsumsi Masyarakat Masih jadi Komponen Penting Pertumbuhan Ekonomi
Namun berbeda dengan pembiayaan pelaku usaha pada umumnya, segmen yang dibiayai oleh PMN menyasar ibu-ibu prasejahtera yang belum punya pengalaman berusaha. "Bagi kelompok ibu-ibu segmen ini, tidak cukup hanya modal berupa uang karena mereka belum punya pengalaman berusaha. Jadi dukungan kami berupa uang, pendampingan pelatihan soft skill, serta modal sosial memberikan jaringan yang akan memperbesar bisnis," kata Ninis.
Sistem pembiayaan produktif yang diberikan kepada nasabahnya dimulai dari nasabah Rp2 juta - Rp3 juta per nasabah, sebagai modal. Nilai nominal maksimal yang bisa diberikan untuk penyaluran kreditnya mencapai Rp10 juta per nasabah.
Baca Juga: Airlangga: Indonesia Berpeluang Jadi Pemain Utama Ekonomi Digital
Nominal pembiayaan akan bertambah bertahap per Rp500 ribu bila dianggap lulus di tahun pertama pinjaman. Bentuk pengembaliannya pinjamannya pun bisa dilakukan secara dicicil mingguan. "Kami ada di 34 provinsi, 513 kabupaten dan 6.657 kecamatan. Tahun lalu kami telah menyalurkan pembiayaan hingga Rp64 triliun," kata Ninis.
Kepala Lembaga Management FEB UI Willem Makaliwe mengatakan secara konseptual, dua pendorong ekonomi UKM mikro dan usaha besar memang sudah berbeda, memiliki keunikan curi khas masing-masing dan tidak perlu dibandingkan.
Usaha besar tentu memiliki skala ekonomi, produk yang lebih masal, sehingga harganya menjadi lebih murah. Sedangkan usaha kecil dikembangkan dalam sentra dengan masing-masing keunikan.
"Usaha besar punya keunggulan, yaitu economic of scope, dengan fix cost yang sama, dan bisa memproduksi lebih banyak. Mereka juga unggul dalam mengambil risiko. Bila proyek miliaran dilakukan usaha kecil, ketika ada risiko bisa hilang uangnya, tentu lebih susah bagi pelaku usaha skala kecil," kata Willem. (Try/S-1)