KETIDAKPASTIAN ekonomi global dinilai mulai melandai. Hal itu bakal menjadi salah satu faktor pendukung bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun Indonesia juga tetap mesti waspada lantaran ketidakpastian itu belum sepenuhnya hilang.
Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan dari Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky menyatakan, pemburukan ekonomi global diperkirakan masih akan tetap terjadi di tahun ini meski tak sedalam yang diperkirakan sebelumnya.
Ekonomi Indonesia diyakini bakal tetap tumbuh kuat karena memiliki modal yang cukup solid dari sisi domestik. Akan tetapi, kuatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri diprediksi tak akan setinggi 2022.
"Prospek ekonomi Indonesia kedepannya masih cukup baik walaupun pertumbuhan 2023 akan relatif melambat dibandingkan 2022, namun masih tetap di kisaran 5%," kata Riefky kepada Media Indonesia, Rabu (1/2).
Langkah antisipasi agar ketidakpastian tak berdampak terlalu dalam bagi Indonesia diperlukan. Penguatan ekonomi domestik menjadi hal yang tak bisa ditawar. Riefky mengatakan, konsumsi masyarakat dan investasi perlu dijaga dan ditingkatkan pada tahun ini.
Selain itu, pengambil kebijakan juga didorong untuk bisa menjaga tingkat keyakinan pelaku usaha di posisi yang baik. Ini penting agar aktivitas dapat terus berpacu dan berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
"Hal yang perlu diperhatikan pemerintah adalah bagaimana menjaga confidence dunia usaha bahwa kondisi ekonomi kita masih tetap baik di tengah ketidakpastian global," kata Riefky.
Sementara itu Analis Utama Ekonomi Politik dari Laboraturium Indonesia 2045 (LAB 45) Reyhan Noor menilai, melandainya ketidakpastian ekonomi dunia didorong oleh kebijakan Tiongkok untuk menghentikan zero covid policy. Langkah yang diambil Negeri Tirai Bambu itu dianggap memberikan sentimen positif bagi perekonomian global.
Hal itu juga dikonfirmasi oleh laporan yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam laporannya, lembaga pemberi pinjaman itu menaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9%, naik 0,2% dari prediksi sebelumnya di angka 2,7%.
Salah satu alasan dinaikannya proyeksi pertumbuhan ekonomi global itu karena Tiongkok telah membuka kembali aktivitas perekonomiannya. Namun itu tak serta merta mengompensasi ketidakpastian yang masih membayangi perekonomian global.
Perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut, masih ketatnya kebijakan moneter di sejumlah negara, hingga penurunan perekonomian banyak negara menjadi faktor yang mendorong ketidakpastian di tahun ini. "Salah satu dampak utama dari ketidakpastian ini adalah pelemahan permintaan dari berbaga negara yang akan menurunkan kinerja ekspor Indonesia," jelas Reyhan.
Penurunan kinerja tersebut akan terasa baik secara volume maupun nilai, karena turunnya permintaan akan turut mempengaruhi penurunan harga. Karenanya, pemerintah perlu memperhatikan penurunan kinerja ekspor dari komoditas strategis bagi Indonesia seperti batu bara dan minyak kelapa sawit.
Reyhan menambahkan, penurunan kinerja ekspor akan mempengaruhi kinerja neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Hal itu pada akhirnya dapat mempengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.
Untuk itu, pemerintah dirasa perlu memperhatikan pelemahan nilai tukar rupiah karena akan berdampak pada kapasitas untuk memenuhi komoditas pangan dan energi yang masih tergantung dengan impor.
"Jika terjadi pelemahan nilai tukar rupiah, maka kemungkinan akan terjadi lonjakan harga dan inflasi seperti yang terjadi pada tahun lalu," pungkas Reyhan. (OL-8)