19 January 2023, 22:22 WIB

BI Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global


Fetry Wuryasti |

BANK Indonesia melihat pertumbuhan ekonomi global semakin melambat dari prakiraan sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh fragmentasi politik dan ekonomi yang belum usai serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju.

Koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi cukup besar dan disertai dengan meningkatnya risiko potensi resesi terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Penghapusan Kebijakan Nol-Covid (Zero Covid Policy) di Tiongkok diprakirakan menahan perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Secara keseluruhan, Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023 menjadi 2,3% dari prakiraan sebelumnya sebesar 2,6%. Soalnya, tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global, meskipun tetap di level tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, dan masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa.

"Sejalan dengan tekanan inflasi yang melandai, pengetatan kebijakan moneter di negara maju mendekati titik puncaknya dengan suku bunga diprakirakan masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023. Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai mereda sehingga berdampak pada meningkatnya aliran modal global ke negara berkembang. Tekanan pelemahan nilai tukar negara berkembang juga berkurang," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, di Jakarta, Kamis (19/1).

Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berlanjut didorong oleh permintaan domestik yang semakin kuat. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bias ke atas dalam kisaran 4,5%-5,3% atau di level 5,0%-5,3%. Pertumbuhan ini didorong oleh kuatnya kinerja ekspor serta membaiknya konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan.

Pada 2023, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut, meski melambat ke titik tengah kisaran 4,5%-5,3%. Ini sejalan dengan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi global. "Konsumsi rumah tangga diprakirakan akan tumbuh lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya mobilitas masyarakat pascapenghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kebijakan Masyarakat (PPKM)," kata Perry.

Investasi juga diprakirakan akan membaik didorong oleh membaiknya prospek bisnis, meningkatnya aliran masuk penanaman modal asing (PMA), serta berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Ekspor diprakirakan tumbuh lebih rendah akibat melambatnya ekonomi global, meskipun akan termoderasi dengan permintaan dari Tiongkok. 

Berdasarkan lapangan usaha, prospek sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, informasi dan komunikasi, serta konstruksi diprakirakan tumbuh cukup kuat didorong kenaikan permintaan domestik tersebut. "Sementara secara spasial, pertumbuhan ekonomi yang kuat diprakirakan terjadi di seluruh wilayah seiring dengan perbaikan permintaan domestik," kata Perry. (OL-14)

BERITA TERKAIT