KEBIJAKAN stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas. Termasuk, implementasi instrumen berupa term deposit (TD) valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar.
Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan instrumen operasi valuta asing terbaru, yakni dalam bentuk term deposit valas yang disebut Pass On. Tujuannya agar devisa hasil ekspor (DHE) bisa bertahan lama di perbankan Indonesia.
Dengan instrumen tersebut, perbankan bisa meneruskan simpanan DHE dari para eksportir kepada BI, dengan mekanisme pasar dan suku bunga atau imbal hasil yang menarik.
Aturan ini dituliskan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor (DHE dan DPI).
Baca juga: Suku Bunga Acuan Naik jadi 5,75%, BI Kejar Penurunan Inflasi
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan ada 200 perusahaan eksportir yang membutuhkan tempat untuk hasil devisanya. Sejak Desember 2022, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah, termasuk mencermati ekspor yang tinggi sebesar US$291 miliar.
Adapun neraca perdagangan saat itu sekitar US$55 miliar, namun uang tersebut tidak masuk di perbankan dalam negeri. Ternyata pada periode tersebut nilai dolar Amerika Serikat (AS) menguat, karena semua negara sama-sama membutuhkan dolar.
Sehingga, terjadi persaingan suku bunga antar negara. Bank Sentral melihat ada tanggung jawab untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Salah satunya, dengan memiliki pasokan dolar AS yang cukup.
BI kemudian menerbitkan instrumen baru ini, melalui bilateral dengan perbankan, didahului dengan membentuk perjanjian untuk sebagai bank agen, terutama mereka yang memiliki porsi besar nasabah eksportir.
Hingga saat ini, BI baru mengeluarkan dua periode tenor simpanan devisa DHE, yaitu untuk 3 dan 6 bulan, untuk devisa SDA. Pemerintah akan memperluas jangkauannya melalui revisi PP Nomor 1 Tahun 2019, untuk menjangkau devisa hasil manufaktur yang melakukan hilirisasi.
Baca juga: Penerimaan Negara dari Merger Pelindo Capai Rp6 Triliun
“Sekitar 2-10 agen bank akan kami ajak bertemu, agar mereka bisa menawarkan ke deposannya. Untuk memasukkan hasil devisa ekspor ke rekening khusus, yang tidak digunakan untuk aktivitas perbankan, tetapi diteruskan valasnya untuk ditempatkan di Bank Indonesia," jelas Destry, Kamis (19/1).
Penentuan tingkat suku bunganya juga akan ditawarkan melalui mekanisme pasar, dengan melihat kebijakan di negara-negara lain. Sedangkan untuk fee yang akan diberikan BI ke perbankan yang melaksanakan Pass On DHE, akan dibicarakan dengan bank terkait besaran level wajar fee tersebut.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut term deposit valas ini tidak akan masuk sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan. Oleh karena itu, dikecualikan dari berbagai kewajiban biaya atas DPK. Termasuk, tidak dikenakan Giro Wajib Minimum (GWM), juga tidak masuk dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan jaminan Lembaga Penjamin Simpanan.
“Bank Indonesia juga akan memberikan fee kepada perbankan yang mem-pass on valas devisa tersebut. DHE SDA ini merupakan hasil bumi yang bisa digunakan sebesar-besarnya, untuk memperkuat nilai tukar dan memperdalam pasar valas,” terang Perry.(OL-11)