19 January 2023, 22:10 WIB

BI Diharapkan Tidak Agresif dalam Kebijakan Suku Bunga di 2023


Fetry Wuryasti |

EKONOM Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia bps menjadi 5,75% telah sesuai dengan perkiraan mereka.

Bank Indonesia diharapkan untuk ke depan tetap mewaspadai perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun domestik.

Sebab, sebagian besar bank sentral utama telah mengumumkan bahwa kenaikan suku bunga kebijakan pada tahun 2023 tidak akan seagresif pada tahun 2022 di tengah meredanya inflasi global.

"Kami melihat bahwa kenaikan suku bunga kebijakan global akan mencapai puncaknya pada akhir semester pertama tahun 2023," kata Faisal, Kamis (19/1).

The Fed pada pertemuan FOMC Desember 2022 memproyeksikan FFR meningkat sebesar 75 bps tahun 2023 sementara pasar hanya mengharapkan peningkatan 25 bps, dibandingkan dengan peningkatan 425 bps pada tahun 2022.

The Fed, apalagi, telah memberikan sinyal untuk penurunan suku bunga kebijakan mulai terjadi pada tahun 2024. Sikap yang kurang hawkish ini telah mendorong aliran modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, khususnya pasar obligasi.

"Meskipun aliran keluar terus-menerus di pasar saham pada Januari 2023 (year-to-date) karena penurunan harga komoditas dan meningkatnya kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global, nilai tukar Rupiah terhadap USD berada dalam tren apresiasi, menguat sekitar 3% (year to date)," kata Faisal.

Baca juga: Suku Bunga Acuan Naik jadi 5,75%, BI Kejar Penurunan Inflasi

Sektor eksternal Indonesia tetap tangguh didorong oleh neraca perdagangan 2022 yang mencatat surplus tertinggi sepanjang sejarah (USD54,46 miliar). Dengan demikian, diperkirakan neraca berjalan 2022 surplus sekitar 1,05% dari PDB.

"Kami melihat pertumbuhan ekspor akan menurun pada tahun 2023 karena penurunan harga komoditas, didorong oleh permintaan global yang lesu di tengah pengetatan moneter global yang sedang berlangsung untuk melawan inflasi," kata Faisal.

Sementara itu, pertumbuhan impor diperkirakan lebih tinggi dari pertumbuhan ekspor karena kami melihat permintaan domestik terus menguat, menyusul pencabutan PPKM, strategi hilirisasi industri, dan keputusan untuk melanjutkan Proyek Strategis Nasional.

"Kami memperkirakan neraca transaksi berjalan pada tahun 2023 akan berubah menjadi defisit yang dapat dikelola sekitar 1,10% dari PDB," kata Faisal.

Sementara itu inflasi domestik diperkirakan akan tetap berada di atas batas atas kisaran target 2% – 4%, setidaknya hingga semester pertama tahun 2023, di tengah dampak putaran kedua penyesuaian harga BBM terhadap barang dan jasa lainnya dan efek dasar yang rendah pada semester pertama paruh tahun 2022.

"Kami memperkirakan inflasi akan terus mereda pada paruh kedua menuju 3,60% pada akhir tahun 2023. Secara keseluruhan, kami perkirakan BI akan menahan BI-7DRRR di 5,75% di sisa tahun 2023 dengan tetap mewaspadai perkembangan ekonomi global ke depan yang masih penuh ketidakpastian," kata Faisal. (OL-4)

BERITA TERKAIT