14 January 2023, 15:18 WIB

Pedagang Keberatan soal Kebijakan Baru Pembelian Gas Elpiji 3 Kg


 Insi Nantika Jelita |

PEDAGANG eceran gas elpiji 3 kilogram (kg) di Jalan Kayumanis Timur, Jakarta Timur, Afnan mengaku keberatan dengan kebijakan terbaru pemerintah perihal pembelian gas melon.

Rencananya pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) akan mendistribusi gas elpiji 3 kg melalui penyalur atau pangkalan resmi, tidak lagi ke pengecer atau warung kecil.

"Dengan rencana itu pendapatan kami hilang dong karena tidak boleh jualan. Ini memberatkan kami dan konsumen juga," kata pria yang berusia 52 tahun itu.

Selain membeli langsung, untuk memenuhi permintaan pelanggan, petugas dari agen tersebut mengantarkan gas elpiji 3 kg ke rumah pelanggan.

Afnan mengatakan dengan hanya menjual gas melon ke pangkalan resmi, praktis pelanggan akan kesulitan mendapatkan produk tersebut. Terlebih, konsumen juga diminta menunjukkan KTP saat membeli gas subsidi.

"Karena kan penyalur resmi di satu kecamatan terbatas, tidak banyak. Jauh-jauh dari rumah warga. Pakai KTP lagi, wah makin ribet nanti," kata Afnan.

Baca juga: Tambah 22 Ribu Pangkalan, Beli Gas Elpiji 3 Kg tidak Lagi di Warung Kecil

Dihubungi terpisah,  Sekretaris Jenderal Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas) Ngadiran berpandangan, masih dibutuhkan peran pedagang eceran atau pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi agar penyaluran gas elpiji 3 kg diterapkan secara merata.

"Curiga amat sih pemerintah dengan kalangan masyarakat kecil ini. Kan pengguna gas melon itu masyarakat kecil, yang kaya kan pakai gas elpiji 12 kg. Jangan ribet-ribet," tegasnya.

Selain itu, syarat membawa KTP saat membeli gas elpiji 3 kg, juga dianggap berbahaya karena rawan diselewengkan data konsumen oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.

"Ini rawan disalahgunakan data KTP itu, siapa yang jamin data kita akan aman saat ditunjukkan ke orang lain? Mesti hati-hati ini," imbuhnya.

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menyampaikan, selama ini lebih dari 70% penyaluran subsidi elpiji tidak tepat sasaran karena sistem distribusinya terbuka atau dengan kata lain siapa pun bisa menjual.

"Barangkali dengan pembatasan distributor atau agen resmi dalam rangka supaya tepat sasaran. Cuma kalau yang membeli itu dengan KTP, itu kan tidak menunjukkan apakah dia miskin atau kaya," kata dia.

Pertamina bisa menggunakan data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai acuan pembelian gas melon kepada konsumen yang masuk golongan tidak mampu. Lalu diberikan barcode sebagai penanda.

"Penggunaan KTP tidak pas agar gas elpiji tepat sasaran. Pakai barcode saja saat membeli di penyaluran resmi. Mungkin ini bisa efektif," pungkasnya. (Ins/OL-09)

BERITA TERKAIT