PENINGKATAN utang menjadi salah satu ancaman bagi perekonomian dunia tahun ini. Pinjaman sejumlah negara membengkak dan membuka peluang terjadinya krisis utang karena kecilnya kemampuan negara terkait untuk membayar kewajibannya.
Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam CEO Banking Forum, Senin (9/1). Menurutnya, itu terjadi di tengah kompleksnya kondisi inflasi global dan tingkat suku bunga acuan mayoritas bank sentral di dunia.
"Itu pasti akan memberikan dampak tidak hanya resesi tapi kemungkinan terjadinya di berbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi mengalami kemungkinan debt crisis," ujarnya.
Hal itu, kata Sri Mulyani, menjadi salah satu tantangan global yang bakal terjadi di 2023. Apalagi Dana Moneter Internasional (IMF) juga memprediksi 40% ekonomi negara-negara dunia mengalami resesi tahun ini.
Bahkan saat ini sebanyak 63 negara berada dalam kondisi peningkatan utang yang signifikan, mendekati batas maksimal syarat keberlanjutan utang.
Karenanya, lembaga pemberi pinjaman itu juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 menjadi 2,7%. Angka itu lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan di 2021 yang mencapai 6%, dan 2022 di angka 3,2%.
"Jadi tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi, tapi juga masalah dengan debt sustainability di berbagai negara," terang Sri Mulyani.
Selain isu keberlanjutan utang, ancaman yang bakal dihadapi perekonomian dunia pada tahun ini ialah adanya pergeseran risiko fundamental dari ekonomi dan keuangan, serta geopolitik global.
Adapun kondisi utang Indonesia tergolong masih relatif aman. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir November 2022 posisi utang Indonesia berada di level Rp7.554,5 triliun, naik sebesar Rp57,55 triliun dari bulan sebelumnya.
Nilai tersebut menjadikan rasio utang Indonesia ada di angka 38,65% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu turun bila dibandingkan dengan era pandemi covid-19 yang sempat menembus 40% terhadap PDB.
Rasio utang itu disebut masih cukup aman dari batas maksimal, yakni 60% terhadap PDB. Meski terbilang relatif aman, Sri Mulyani memastikan pemerintah bakal mewaspadai tingkat utang Indonesia.
Itu karena kejadian yang menimpa sejumlah negara tak diinginkan terjadi di Indonesia. Karenanya, pemerintah melaksanakan konsolidasi fiskal melalui penurunan angka defisit anggaran.
Dengan menekan defisit anggaran, penarikan utang dapat dikendalikan dan dijaga di level yang tetap aman. Upaya konsolidasi fiskal itu tercermin dari realisasi sementara APBN 2022 yang menunjukkan defisit anggaran cukup rendah, yakni 2,38% dari PDB, jauh dari yang diasumsikan sebelumnya di level 4,5% dari PDB.
Sementara defisit anggaran tahun ini dipatok berada di level 2,84% terhadap PDB. Target defisit itu juga untuk menjalankan amanat UU 2/2022 yang mengharuskan pemerintah mengembalikan defisit anggaran maksimal 3% pada 2023. (OL-8)