07 January 2023, 17:40 WIB

Sharing Vision Peringatkan Kejahatan Siber Meningkat di 2023


Bayu Anggoro |

MASYARAKAT Indonesia sangat disarankan untuk bisa mengamankan diri
dari berbagai resiko kriminalitas daring (cyber crime) yang berpotensi kian meningkat tahun ini.

Nur Islami Javad, Chief Digital Stratup e-Commerce Fintech Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, mengatakan, cyber crime terus naik menjadi keniscayaan ketika aktivitas masyarakat, terutama  aktivitas digital banking terus meningkat.

"Jadi, copet dan jambret itu sekarang banyak di WA. Ada di macam-macam aplikasi. Saldo jadi tiba-tiba hilang, bahkan teman saya bisa hilang akun Youtube setelah diretas hanya dalam 15 detik saja," katanya dalam siniar "Sharing Vision IT Business Outlook 2023" di Bandung, Sabtu (7/12).

Sebelum siniar, Sharing Vision akhir tahun lalu mensurvei sekitar 7.000
responden terkait prilaku masyarakat Indonesia dalam bidang eChannel,
Fintech, eCommerce, dan eLifestyle 2022. Sebelumnya, di akhir 2021,
riset sejenis dilakukan dengan 1.000 responden.

Dicky Wizanajani, Senior Consultant Sharing Vision, mengungkapkan, kedua sigi menunjukkan benang merah hampir serupa terutama untuk perbankan digital. Sekalipun jauh usianya dari perbankan konvensional, nasabah digital banking Indonesia per 2022 sudah 81 juta orang.

"Tahun ini kami perkirakan mencapai 100 juta pengguna. Ketika
digitalisasi kian menyeruak, otomatis resiko pun akan meningkat. Bahkan
sudah sy temukan ada kelompok 20-40 orang yang profesinya bidang
cyber crime khususnya untuk perbankan dan pembayaran ini. Mereka sindikat ahli," katanya.


Waspada


Survei menemukan bahwa situasi ini tak terlepas dari betapa lekatnya
masyarakat Indonesia di dunia maya. Sebanyak 60% responden mengaku bahwa separuh dan hampir separuh dari 24 jam hidupnya, itu digunakan
berinteraksi di internet.

Responden yang menggunakan mobile banking lebih dari 10 kali per bulan tumbuh 150 % dalam setahun terakhir, 26% responden pernah membuka rekening di digital bank, 5% responden pernah mendaftar aplikasi kartu kredit secara daring, dan 94% responden telah menggunakan eMoney.

Kemudian, 81% responden pernah bertransaksi menggunakan QR Code dengan
89% nya menggunakan QRIS dengan motivasi utama transaksi di
kafe/restoran serta 35% dari responden mengaku frekuensi belanja
online-nya meningkat dalam tiga bulan terakhir,  45% mengaku tetap, dan
hanya 20% yang menurun.

Nur Islami Javad melanjutkan, dengan situasi tersebut, maka yang harus dilakukan adalah mengamankan diri dari berbagai celah keamanan. Masyarakat harus waspada, harus cermat, dan teliti dengan nomor
ponsel masing-masing, terutama saat mengakses berbagai platform
e-Lifestyle tadi.

"Apalagi sekarang channel untuk ke sana semuanya makin mudah. Misal untuk fintech, itu crypto wallet sudah bisa transaksi sendiri atau
di gerai minimarket yang sudah ada di semua penjuru negeri.  Peluang
semuanya jadi terbuka lebar, tapi ingat harus selalu aware dengan
resikonya," katanya.

Pakar Hukum Teknologi Informasi Unpad, Danrivanto Budhijanto,
mengatakan, pandemi telah membuat rekognisi dan urgensi pelindungan data pribadi (PDP) menjadi sangat fundamental dan esensial  bagi masyarakat Indonesia mutakhir.

"Para penyedia platform aplikasi layanan virtual itu melakukan kegiatan pengumpulan data, penelisikan data, dan analisis perilaku interaksi data. Karenanya, kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 sebagai Lex Digitalis Data merupakan wujud hukum pelindungan data pribadi yang terkoneksi, berinteraksi, dan bertransaksi data digital melalui layanan perbankan di ekosistem cyberspace," tandasnya. (N-2)

BERITA TERKAIT