KEBERLANGSUNGAN dan kejelasan berbagai terobosan yang ada di dalam Undang Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi salah satu alasan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) beleid tersebut.
Dengan kata lain, aturan yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 itu untuk memuluskan sejumlah agenda di dalam UU Cipta Kerja yang terganjal putusan Mahkamah Konstitusi.
"(Perppu) untuk kepastian hukum. Kalau misalnya tidak ada dasar hukum, bank tanah kelanjutannya bagaimana? Harmonisasi pajak bagaimana? Kita punya SWF (Sovereign Wealth Fund) bagaimana?" tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di, Jakarta, Kamis (5/1).
Diketahui, MK memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Pembuat produk hukum itu diamanatkan untuk memperbaiki hal-hal prosedural dalam penyusunan UU dalam jangka waktu dua tahun.
Dalam putusannya, MK juga mengamanatkan selama UU Cipta Kerja masih berstatus inkonstitusional bersyarat, regulator tak dihendaki untuk membuat aturan-aturan turunan maupun pelaksanannya.
Dengan kata lain, penerbitan Perppu menjadi jalan pintas yang ditempuh pemerintah untuk bisa segera mengeksekusi ketentuan dan peraturan yang ada di dalam UU Cipta Kerja. Sebab, konten yang dimuat dalam Perppu tak jauh berbeda dengan UU sapu jagat yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat itu.
Perppu yang baru diterbitkan itu juga menuai selisih pendapat, baik dari sisi prosedural dan materi muatannya. Akademisi, dunia usaha, hingga pekerja turut geleng kepala atas keputusan yang ditempuh pengambil kebijakan.
Kendati menuai banyak kritik, Airlangga menilai itu merupakan cerminan demokrasi yang dapat dimaklumi. "Demokrasi memang ada yang memberi apresiasi dan memberi kritik," pungkas Ketua Umum Partai Golkar itu. (OL-8)