24 December 2022, 14:32 WIB

Sinergi Pemerintah dan BI Kunci Mitigasi Dampak Krisis Global


Mediaindonesia |

PAKAR ekonomi dari Universitas Jember Adhitya Wardhono mengungkapkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) patut memperkuat dan mempererat kerja sama untuk memitigasi ancaman krisis global. Menurutnya, pelambatan perekonomian global adalah tidak dapat dipungkiri dan bisa akan mengerus ekonomi Indonesia.

"Sehingga pertumbuhan ekonomi global diperkirakan juga akan melandai. Tidak mudah bagi Indonesia untuk bertahan di kondisi ekonomi 2023 yang diperkirakan muram," ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.

Adhitya juga membangun optimisme pada ekonomi Indonesia yang dinilai relatif aman dari resesi. Meski demikian, Indonesia tetap harus waspada. Ketergantungan terhadap ekonomi global masih cukup tinggi sehingga sektor ekspor dan investasi harus terus digenjot dengan berbagai program pemerintah.

Untungnya, penentuan produk domestik bruto (PDB) yang menjadi dasar perhitungan pertumbuhan ekonomi Indoneisa didominasi oleh sektor konsumsi.

Ia menekankan pentIngnya sinergitas dan efektivitas kerja sama antara otoritas fiskal dan moneter. Kuncinya ada di koordinasi otoritas fiskal dan moneter terlebih bagi Indonesia semakin berat menjelang tahun politik juga.

"Duet maut mereka jangan sampai kendor. Ini fase pemulihan ekonomi karena pandemi belum selesai. Ada efek memar yang belum sembuh. Perlu tetap fokus. Karena bisa dipastikan kinerja ekspor akan menurun dengan pelambatan ekonomi global, caddangan devisa pasti tergerus maka perlu dilakukan langkah untuk tetap menjaga stabilitas nilai tukar tanpa menahan laju pertumbuhan ekonomi," terusnya.

Adhitya menegaskan, sebagaimana saat awal pandemi covid-19, pemerintah perlu memberi keyakinan dengan kebijakan fiskal melalui APBN yang didesain untuk tetap tahan terhadap gerusan resesi global. Pemerintah harus mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat melalui program sosial seperti bantuan tidak terduga dan subsidi masyarakat.

Baca juga: Pemerintah Optimistis Penyaluran Penjualan Elpiji Pakai KTP akan Tepat Sasaran

Sedangkan BI juga patut menjaga stabilitas ekonomi melalui stabilitas harga dan nilai tukar. "Pemerintah harus konsisten pada antipasi resesi global dengan instrumen APBN-nya dan BI harus mempu mengerakkan kebijakan moneternya sehingga stabilitas ekonomi khususnya harga terjaga," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tantangan ekonomi Indonesia ke depan masih terus datang. Meski demikian, Indonesia telah belajar menghadapi ketidaktahuan dan ketidakpastian ekonomi, terutama ketika menghadapi pandemi covid-19.

Indonesia mampu menghadapi dengan segala kemampuan dan resiliensinya melalui koordinasi di sektor fiskal, moneter, maupun riil. "Tentu ini menjadi pembelajaran berharga untuk menangani ketidakpastian risiko ke depan," ucap ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Daya beli

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono mengatakan, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk memitigasi risiko di tahun depan, salah satunya dengan menjaga daya beli masyarakat.

“Menjadi krusial bagi pemerintah untuk berkonsentrasi pada menjaga daya beli rakyat dengan penguatan bansos dan jaring pengaman sosial,  serta menjaga ketahanan pangan dan energi. Pemerintah sebaiknya  segera berfokus pada perekonomian domestik kita yang besar, beralih dari export-led growth menuju ke domestic demand-led growth," kata Yusuf saat berbincang hari ini.
 
Yusuf menambahkan, meski perekonomian kita relatif less connected dengan perekonomian global, namun keterkaitan dan dampak perekonomian global ke perekonomian kita tidak bisa dipandang kecil, terutama melalui jalur ekspor - impor dan jalur aliran modal asing.

“Komponen ekspor - impor dalam perekonomian kita berkontribusi sktr 20%, resesi global dipastikan akan melemahkan ekspor sebagai salah satu mesin utama pertumbuhan dan "menjadi penyelamat" di masa pemulihan pasca pandemi,“ jelas Yusuf.

Melemahnya ekspor yang diikuti melemahnya aliran modal asing baik FDI maupun investasi portofolio juga akan melemahkan nilai tukar Rupiah, terlebih aliran modal keluar berpotensi meningkat seiring kenaikan bunga acuan di negara-negara maju. (RO/OL-4)

BERITA TERKAIT