PRODUKSI semen di dalam negeri mengalami oversupply. Kondisi tersebut terjadi akibat permintaan domestik yang rendah. Salah satu solusinya yaitu peningkatan ekspor, meskipun itu tidak mudah. Namun itu akan teratasi jika suplai batu bara lancar.
Dalam suratnya tertanggal 22 November lalu, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) meminta jaminan kepada Dirjen Minerba tentang pasokan batu bara. Dalam surat itu ASI mengatakan telah terjadi penurunan ekspor. Padahal ekspor sangat dibutuhkan oleh industri semen.
"Pokoknya batu bara sudah lumayan. Untuk tiga bulan terakhir (2022) lumayan. Yang tidak beres itu semester I (2023). Kacau ini," jelas Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso.
Untuk mendorong ekspor, kebutuhan batu bara perlu terpenuhi demi peningkatan utilisasi. Tercatat utilisasi klinker Januari-Oktober 2022 turun dibanding periode sebelumnya, dari 72,69% menjadi 67,69%. Begitu juga dengan utilisasi semen yang turun dari 57,12% menjadi 55,55%.
Ekspor juga akan meningkatkan moneter perdagangan nasional dan menambah penerimaan pemerintah daerah melalui pajak galian C. Dampak negatif dari terhambatnya ekspor ialah naiknya biaya produksi yang membuat produsen tidak punya pilihan untuk manaikkan harga di pasar domestik.
Dia mengakui bahwa penurunan penjualan semen disumbangkan oleh kondisi cuaca, ekonomi global yang bergejolak, dan penurunan pembangunan sektor properti. Industri semen yang tengah melemah ini juga akan menghambat pembangunan prioritas pemerintah. "Semen juga turun permintaannya karena banjir. Ada resesi jadinya turun. Mau bagaimana lagi? Iya (terhambat) kayak IKN (Ibu Kota Negara) kan. Makanya kondisi keuangannya agak turun industri semen (akibat oversupply)," kata dia.
Oleh karena itu, langkah ekspor menjadi salah satu angin segar yang dapat mencegah pabrik semen tidak 'mati'. "Kalau enggak ada batu bara ya (pabrik semen) mati. Kami koordinasi terus sama ESDM agar stok batu bara membaik," tutur Widodo.
Ia juga mengharapkan domestic market obligation (DMO) batu bara tetap berjalan dengan harga beli US$90/ton. "Harapannya 2023 harus tetap jalan DMO (batu bara) agar industri semen stoknya tetap terjaga baik sehingga suplai pasok semen bisa lancar," ucapnya.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Akbar Fadzkurrahman, mengatakan bahwa dengan ekspor, utilisasi akan meningkat. Dari kapasitas produksi sebesar 59,1% hanya untuk dalam negeri, utilisasinya dapat menjadi 69,62% dengan ekspor. "Untuk meningkatkan utilisasinya dapat dilakukan dengan meningkatkan penjualan ekspor. Dengan melakukan ekspor (semen dan klinker) menggunakan mata uang asing seperti dolar AS sehingga dapat menambah angka pendapatan karena kurs dolar AS sedang menguat," jelasnya. Ekspor tujuannya lebih pada pemanfaatan produk oversupply karena permintaan dalam negeri tidak sebanding dengan jumlah yang dihasilkan.
Selain memperluas pasar ekspor, opsi lain ialah melakukan inovasi agar dapat menghasilkan produk turunan yang memenuhi kebutuhan pasar dan memiliki nilai tambah lebih baik. Pemerintah dapat membantu dengan menggiatkan investasi pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa dengan semen domestik. "Selain itu, kebijakan pemerintah perlu berfokus dalam peningkatan daya beli masyarakat agar kondisi pascapandemi bisa menjadi sebaik atau bahkan lebih baik dari sebelum pandemi," tutupnya. (RO/OL-14)