25 November 2022, 10:52 WIB

Banyak Calon Debitur Terjerat Pinjol, BTN Terpaksa Tolak Pengajuan KPR


Mediaindonesia.com |

Fenomena pinjaman online yang makin banyak dan mudah diakses masyarakat membuat banyak masyarakat berbondong-bondong memanfaatkanya. 

Namun akibat tidak didukung oleh literasi dan pengaturan keuangan yang tidak tepat, akhirnya mereka tidak sedikit yang pinjamannya macet sehingga masuk dalam black list debitur sehingga menyulitkan mereka mendapatkan pinjaman ke depannya.

Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo menceritakan bahwa pihaknya pernah ditemui para pengembang rumah sederhana yang menjual rumahnya secara kredit kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Para pengembang itu mengatakan bahwa banyak dari nasabahnya ditolak KPR-nya oleh BTN. 

Usut punya usut, ternyata alasan penolakan pengajuan KPR BTN mereka karena tidak lolos BI Checking.  Status mereka tercatat sedang mengemplang pinjaman.

"Dan ternyata mereka pinjamannya di fintech atau pinjol. Jumlahnya cukup banyak sampai 2.000 orang," ujar Haru di Bandung, Kamis (24/11).

Sebagai bank, BTN terikat ketentuan bahwa debitur yang hendak mengajukan kredit harus berstatus lancar bila punya pinjaman di tempat lain. Sehingga mereka harus melunasi pinjamannya yang macet di pinjol bila ingin statusnya tidak dalam daftar black list.

"Jadi disayangkan, niat mereka hendak punya rumah sudah ada. Rumahnya sudah ada, pendanaannya sudah siap, tapi tidak bisa terlaksana karena status mereka yang tidak lolos Bi checking," ujar Haru.

Dari pengalaman itu, Haru mengatakan bahwa masyarakat terutama kaum milenial perlu lebih cerdas dalam mengelola keuangan. Jangan sampai karrna mengejar gaya hidup, akhirnya mereka tidak punya tabungan dan bahkan meminjam di luar batas kemampuan sehingga berakibat macet. 

"Cicilan rumah ada yang Rp1,2 juta per bulan. Tinggal ubah gaya hidup, misalnya, kurangi ngopi-ngopi. Uangnya dikumpulkan untuk beli rumah. Tapi ini memang tidak gampang menanamkan mindset seperti itu. Butuh usaha juga," tandasnya.

Pada tahun 2022, Pemerintah melalui Kementerian PUPR telah mengalokasi dana subsidi perumahan dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) senilai Rp23 triliun untuk pembiayaan 200.000 unit rumah subsidi. Hal ini masih ditambah dengan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) senilai Rp888,46 miliar untuk 22.586 unit rumah. 

Pada tahun 2023 total target penyaluran bantuan subsidi perumahan sebanyak 274.924 unit senilai Rp34,17 triliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp29,53 triliun dan dana masyarakat Rp4,64 triliun. Sedangkan untuk KPR FLPP pemerintah menaikkan dana subsidinya menjadi sebanyak 220.000 unit.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto menuturkan, realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 18 November 2022 mencapai Rp21,27 triliun atau sebanyak 191.197 unit. Bank BTN menjadi penyalur KPR FLPP tertinggi dengan kontribusi lebih dari 53%. Sedangkan posisi kedua tertinggi ditempati BTN Syariah dengan kontribusi sebesar 11,85%. Jika kedua data tersebut digabungkan, pangsa pasar BBTN di penyaluran FLPP mencapai lebih dari 65%.   

Sementara itu, realisasi pembiayaan Tapera mencapai Rp636,7 miliar atau sebanyak 4.256 unit. Dari jumlah tersebut, BTN menjadi penopang utama dengan menyalurkan pembiayaan Tapera sebanyak 3.093 unit rumah, atau lebih dari 72%. “Kami berharap bank lain ikut meningkatkan lagi kontribusi dan perannya dalam penyaluran program KPR untuk rakyat, baik dalam bentuk penyaluran dana Tapera ataupun FLPP. Tanpa partisipasi aktif perbankan, kita akan sulit menekan angka backlog perumahan sebagaimana amanat pemerintah,” katanya. (E-1)

BERITA TERKAIT