EKONOM dari Bank Permata Josua Pardede menilai konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen andalan bagi perekonomian Indonesia ke depan. Ini karena komponen tersebut tak terdampak secara signifikan dari kondisi perekonomian global, saat ini maupun di tahun depan.
"Ini menjadi salah satu komponen yang tidak terdampak signifikan dari perlambatan ekonomi global seperti yang dialami pada saat krisis keuangan global pada 2008/2009. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat itu cenderung solid ditopang oleh konsumsi domestik yang tetap tumbuh solid lebih dari 4% pada 2009 dan 2010," ujarnya saat dihubungi, Selasa (8/11).
Josua mengatakan, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih solid di kisaran 5,4%. Sebagian besar indikator konsumsi cenderung mulai mengalami penurunan sejak September 2022 sejalan dengan penyesuaian harga BBM pada awal September 2022. Penurunan kontribusi dari konsumsi rumah tangga sedianya dipengaruhi oleh peningkatan kontribusi dari net ekspor terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan III 2022 di tengah peningkatan harga komoditas global terutama batu bara serta peningkatan volume ekspor CPO.
Baca juga: Pengangguran Sementara akibat Covid-19 pada Agustus tinggal 4,15 Juta
Memasuki 2023 yang cenderung akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang melambat dan bahkan sebagian besar negara maju seperti Eropa dan AS yang berpotensi besar masuk dalam resesi. Karenanya, kinerja ekspor 2023 tidak lebih tinggi dari 2022. "Memasuki pemilu pada awal 2024, kinerja investasi berpotensi melambat di tengah investor yang cenderung wait and see," jelas Josua.
"Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengupayakan agar momentum pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap berlanjut hingga tahun depan sekalipun potensi perlambatan konsumsi akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan inflasi yang direspons dengan penaikan suku bunga acuan Bank Indonesia," tambahnya. Pengendalian ekspektasi termasuk juga upaya pengelolaan inflasi pangan menjadi fokus utama pemerintah untuk membatasi peningkatan inflasi yang sudah didorong oleh kenaikan harga BBM.
Baca juga: Apindo: Permintaan Ekspor Industri Sepatu, Karet, Elektronik Anjlok
Selain itu, lanjut Josua, untuk menjaga level konsumsi rumah tangga pemerintah dirasa perlu melakukan penaikan upah minimum provinsi (UMP) yang sebanding dengan peningkatan biaya hidup masyarakat. "Dengan begitu, konsumsi dari masyarakat kelas menengah yang berkontribusi sekitar 36% dari konsumsi nasional tidak mengalami penurunan yang signifikan," kata Josua. (OL-14)