08 November 2022, 20:01 WIB

Asosiasi Persepatuan Dorong Pemerintah Jaga Pasar Domestik


M Ilham Ramadhan Avisena |

ASOSIASI Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mendorong pemerintah untuk tetap bisa menggerakkan pasar domestik. Upaya ini dapat dilakukan dengan terus memperkuat daya beli masyarakat agar industri persepatuan bisa bertahan di tengah gejolak perekonomian dunia yang memiliki kecenderungan melemah.

"Rasanya pemerintah dan industri harus bisa bersinergi untuk penguatan daya beli guna menggerakkan pasar domestik melalui upaya meminimalisasi pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Direktur Ekskutif Aprisindo Firman Bakri saat dihubungi, Selasa (8/11).

Ia menambahkan, kondisi industri persepatuan di Tanah Air sejauh ini masih terbilang cukup positif. Sebab, hingga September 2022 masih berada pada tren pertumbuhan yang positif, baik untuk produk ekspor maupun domestik.

Momen lebaran dan kembali berlakunya kegiatan belajar-mengajar di sekolah disebut menjadi momen pengungkit pertumbuhan industri persepatuan di Indonesia.

Namun, ekonomi dunia yang dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan tren perlambatan juga berdampak pada kinerja industri persepatuan. Penjualan produk alas kaki ekspor dapat dikatakan sedikit melemah dan berimplikasi pada PHK.

"Sudah ada dampak pada kondisi ekonomi global dengan adanya PHK. Tapi kemungkinan datanya belum terlihat secara statistik," kata Firman.

Guna menekan dampak global tersebut, lanjutnya, dia berharap adanya pemberlakuan fleksibilitas jam kerja. Misal, dari yang semula 40 jam per minggu menjadi 30 jam per minggu. Hal ini menurut Firman dapat menekan tren PHK.

Seiring dengan hal itu, pemerintah juga diharapkan mampu menjaga tingkat keyakinan konsumen di level optimis meski berada di tengah ancaman global. "Ini supaya masyarakat, terutama golongan menengah ke atas tetap berbelanja selama masa sulit dan gelap," ujar Firman.

Dalam pembuatan kebijakan, lanjut dia, pemerintah harus menggandeng seluruh sektor industri dalam mengatasi situasi terkini. Pasalnya industri persepatuan memiliki perbedaan bila dibandingkan dengan industri lainnya.

Pada sisi kebijakan impor, misalnya, mayoritas pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) menyuarakan agar adanya pembatasan barang TPT impor. Namun tidak demikian bagi industri persepatuan.

"Kita tetap butuh impor untuk menggerakkan industri dan Industri Kecil Menengah (IKM) kita, kemudian ada juga impor produk jadi dari para buyer yang belanja hingga miliaran dolar di Indonesia. Makanya pengaturan impor harus juga melibatkan industri hilirnya," pungkasnya. (OL-8)

BERITA TERKAIT