KONDISI utang luar negeri korporasi Indonenesia berada di dalam posisi yang aman meski terjadi penguatan dolar Amerika Serikat (AS) dalam beberapa waktu terakhir. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan hal ini disebabkan karena kepatuhan korporasi pada ketentuan yang diatur oleh bank sentral.
"Bank Indonesia punya ketentuan bagi korporasi yang memiliki utang luar negeri, ada kewajiban pemenuhan bagi risiko valas, baik ketentuan hedging (lindung nilai) dan lainnya. Karenanya ketahanan korporasi dari risiko valas tetap terjaga," ungkap dia dalam konferensi pers, Kamis (20/10).
Karenanya, Perry terus mengimbau kepada korporasi besar yang memiliki utang valas untuk selalu melakukan mitigasi risiko. Sebab penguatan dolar AS beberapa waktu ini tergolong cukup tinggi.
Di kesempatan yang sama Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengungkapkan, utang luar negeri swasta atau korporasi sejatinya memiliki tren penurunan dari bulan ke bulan. Pada Juni 2022, utang luar negeri korporasi nasional berada di kisaran US$208 hingga US$209 miliar.
Angka itu kemudian menurun secara konsisten di bulan-bulan berikutnya. Pada Juli 2022 utang luar negeri swasta tercatat US$206 miliar dan kembali turun pada Agustus di angka US$204 miliar.
Dari data BI, penurunan utang luar negeri swasta itu disebabkan oleh kontraksi lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) masing-masing sebesar 3,6% (yoy) dan 1,6% (yoy) antara lain karena pembayaran neto utang dagang dan kewajiban lainnya.
Berdasarkan sektornya, utang luar negeri swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi; sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin; sektor pertambangan dan penggalian; serta sektor industri pengolahan dengan pangsa mencapai 77,5% dari total utang luar negeri swasta.
Destry menambahkan, utang luar negeri swasta itu juga tergolong cukup baik lantaran didominasi oleh utang jangka menengah panjang. "Dari komposisinya, umumnya jangka menengah panjang, sekitar 75%. sementara yang di bawah 1 tahun itu relatif sangat sedikit Suku bunga (utang) itu cenderung fix, dan utang itu dilakukan sebelum Fed Funds Rate dinaikan," tandasnya.
Deputi Gubernur BI Juda Agung menambahkan, kondisi utang luar negeri swasta atau korporasi masih dalam status yang aman dan terkendali. Hal ini dapat dilihat dari rasio kemampuan operasi perusahaan menutupi beban keuangan atau beban bunga dari pinjaman eksternal (interest coverage ratio).
"Kondisi korporasi sekarang terus membaik, interest coverage ratio itu di atas 3% dan bahkan untuk yang ekspor itu sudah ada di 5% coverage ratio-nya, ini menggambarkan korporasi kita makin strong. Demikian juga rasio utang terhadap laba semakin baik, ini menunjukkan kondisi leverage makin baik," pungkasnya. (OL-8)