Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan pemicu insiden keributan penumpang WNI di penerbangan pesawat Turkish Airlines TK-56 rute Turki (Istanbul) – Jakarta (Soekarno Hatta) registrasi TC-LJG pada Selasa, (11/10) lalu.
Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnin Istiartono menjelaskan, insiden itu bermula dari keluhan penumpang atas nama M. Jhon Jaiz Boudewijn, yang menanyakan terkait ketentuan membawa binatang peliharaan (pet) ke dalam kabin pesawat.
Karena keluhan tersebut belum mendapatkan tanggapan, terduga pelaku yang tengah mabuk kemudian mengganggu kenyamanan penumpang maupun kru kabin saat penerbangan berlangsung, hingga akhirnya diamankan karena menimbulkan keributan dalam pesawat udara.
"Kami telah menerima penjelasan pihak Turkish Airline berupa lampiran dokumen pendukung peristiwa tersebut dan terus melakukan pendalaman," kata Isnin dalam keterangannya.
Dalam kejadian ini, Turkish Airline mengambil tindakan penurunan paksa terhadap penumpang yang diduga melakukan unruly passenger di Bandar Udara Kualanamu, sebelum tiba di Jakarta.
Menurut pihak Turkish Airline, tindakan tersebut dilakukan agar tidak membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan serta kenyamanan penumpang dan kru di dalam pesawat.
Mengingat pesawat udara Turkish Airlines registrasi TC-LJG terdaftar di Negara Turki, maka yurisdiksi yang berlaku adalah yurisdiksi Negara Turki.
Namun demikian, ketentuan membawa binatang peliharaan (pet) ke dalam kabin pesawat, Kemenhub akan terus mendalami ketentuan aturan yang berlaku di maskapai Turkish Airlines.
"Apakah penumpang yang membawa binatang peliharaan (pet) ke dalam kabin pesawat tersebut telah memenuhi persyaratan atau tidak dan bagaimana pengawasan dari kru selama penerbangan," ucap Isnin.
Untuk itu sebagai tindak lanjutnya Inspektur Penerbangan Ditjen Hubud akan mendalami terkait dengan keselamatan (safety) serta pengangkutan binatang peliharaan dalam kabin pesawat.
Dari hasil diskusi juga disepakati bahwa peristiwa ini merupakan kejadian terkait dengan pelayanan maskapai dengan penumpang sehingga tidak masuk dalam ranah pidana menurut yurisdiksi Negara Indonesia berdasarkan Konvensi Tokyo 1963 (Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft). (OL-12)