KEBIASAAN pemerintah menaikkan cukai rokok setiap tahun dinilai tidak adil. Saat pendemi covid-19 sedang menggila pada 2020-2021, industri lain mendapat insentif, tetapi rokok justru dibebani dengan cukai rokok yang besar dan memberatkan. Tahun ini pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berdampak negatif ke berbagai sektor kehidupan masyarakat, termasuk industri. Untuk itu, agar industri rokok tidak semakin menderita dan tumbang, pemerintah diminta bijaksana dengan tidak menaikkan cukai rokok di 2023.
"Kami sangat menolak penaikan cukai rokok di 2023. Kami sudah menyampaikan hal ini ke menteri (keuangan) dengan alasan tentu bukan hanya menolak karena selama ini Formasi realistis saja. Tahun depan dengan pulihnya ekonomi seusai pandemi kami memohon pemerintah tidak menaikkan cukai di tahun depan," pinta Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto, dalam keterangan tertulis, Rabu (28/9).
Bila pemerintah ngotot menaikkan cukai rokok akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Pertama, pengurangan pegawai atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak. Padahal saat ini ekonomi sedang sangat sulit. Yang kedua akan semakin banyak rokok ilegal. Ketiga, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil semakin banyak yang gulung tikar alias bangkrut. Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah karena semakin mempersulit ekonomi.
Hal yang sama disampaikan Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi. Menurutnya, usulan penaikan cukai rokok setiap tahun selain karena pemerintah membutuhkan dana juga karena tekanan dari dunia luar, terutama kalangan lembaga swadaya masyarakat, agar menaikkan cukai rokok. Benny berharap pemerintah berani melawannya dengan tidak menaikkan cukai rokok. Sekiranya terpaksa, penaikannya tidak lebih dari angka pertumbuhan ekonomi nasional.
"Pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan industri nasional, kepentingan ekonomi nasional, kepentingan petani, dan kepentingan buruh. Di sini harus ada keseimbangan. Apalagi kita baru saja menghadapi covid-19 yang memporakporandakan sektor ekonomi secara keseluruhan. Industri rokok sebagai bagian dari industri dan bagian dari ekonomi harusnya dapat pulih dulu, terlepas dari gerakan antitembakau tadi," tegas Benny Wahyudi.
Penolakan yang sama juga disampaikanm kalangan petani tembakau. Penasihat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) willayah Jawa Tengah Tryono dengan tegas menolak rencana atau usulan penaikan cukai rokok di tahun mendatang. "Tidak perlu ada penaikan cukai rokok, sebesar apapun tidak perlu dinaikkan, karena selama ini cukai rokok sudah sangat tinggi. Karena itu pemerintah tidak perlu manaikkannya lagi," tegas Tryono.
Menurut Tryono, penaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun, bukan hanya merugikan kalangan industri rokok beserta para buruhnya. Petani tembakau pun terkena imbasnya. Ini karena pembelian tembakau produksi petani menjadi semakin berkurang. Hal ini merugikan dan menyengsarakan nasib dan perekonomian petani tembakau yang sedang susah karena terkena dampak penaikan harga BBM. "Kalau pemerintah masih juga menaikkan cukai rokok, akan semakin memperburuk kondisi kesejahteraan petani tembakau. Akan banyak dari para petani tembakau yang berhenti menanam tembakau karena terus merugi," tegas Pryono.
Penolakan yang sama disampaikan Ketua Umum Koalisi Masyarakat Tembakau Indonesia, Bambang Elf. Menurutnya, penaikan cukai rokok akan berdampak pada pengurangan pegawai di sektor industri tembakau. Setiap kali ada kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan buruh dan pegawai di sektor IHT. "Penaikan cukai berpotensi dan punya pengaruh negatif terhadap sektor ketenagakerjaan di sektor industri hasil tembakau. Tahun ini dan 2023 pemerintah harus memberikan kompensasi dengan tidak menaikkan cukai agar IHT tetap bertahan," tegas Bambang Elf.
Secara terpisah, peneliti yang juga dosen Fakulktas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Imaninar kembali menyampaikan pandangannya. Penaikan cukai rokok jika ditujukan untuk mengurangi konsumsi rokok di masyarakat, hal ini tidak tepat sasaran. Penaikan cukai rokok justru berpengaruh terhadap pengurangan tenaga kerja di sektor IHT. Selain itu, hal tersebut akan semakin memperbanyak beredarnya rokok rokok ilegal yang justru merugikan pemerintah.
"Hasil survei kami menunjukkan bahwa sebanyak 67,3% responden menyatakan bahwa rokok merupakan sajian penting yang harus tersedia dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Artinya, penaikan harga rokok tidak akan serta merta menurunkan angka konsumsinya. Para perokok akan mencari alternatif jenis rokok lain yang harganya terjangkau. Hal itulah yang menyebabkan munculnya peluang peredaran rokok ilegal. Meskipun volume produksi legal turun, tetapi konsumsi belum tentu turun," papar Imaninar.
Heri Susianto, Beny Wahyudi, Bambang Elf, dan Tryono sepakat agar pemerintah segera membuat road map industri tembakau Indonesia. Namun pembuatan road map terebut harus melibatkan semua pihak, bukan hanya perwakilan masyarakat dan profesional bidang kesehatan, tetapi juga pelaku IHT termasuk perwakilan petani tembakau dan perewakilan buruh IHT. "Dengan road map, rencana pemerintah terhadap masa depan IHT jelas. Berapa penaikan cukainya, kapan perlu dinaikkan juga semakin jelas, sehingga masyarakat industri rokok maupun industri hasil tembakau tidak kaget," tukas Heri. (RO/OL-14)