08 September 2022, 17:23 WIB

Ombudsman Minta Penerima BSU Diperluas ke Pekerja Informal


M. Ilham Ramadhan Avisena |

OMBUDSMAN Republik Indonesia (ORI) menyoroti kebijakan bantuan subsidi upah (BSU) yang hanya diperuntukkan bagi pekerja formal dalam rangka pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pasalnya, pekerja informal dinilai menjadi kelompok yang terdampak lebih berat dari kenaikan harga bensin. 

Hal itu disampaikan Anggota ORI Robert Na Endi Jaweng dalam diskusi publik bertajuk Kebijakan Pemerintah Pasca Kenaikan Harga BBM pada Sektor Perlindungan Sosial dan Ketenagakerjaan secara daring, Kamis (8/9). 

Baca juga: Indeks Implementasi AKHLAK Askrindo Di Atas Rata-Rata BUMN

"Dampaknya itu tidak hanya pada pekerja formal saja, ada pekerja formal yang masih belum terdaftar BPJamsostek, bahkan di luar itu, yang paling terdampak adalah pekerja informal," ujarnya.

Robert mendorong agar pemerintah mau dan mampu memperluas cakupan penyaluran BSU kepada pekerja informal. Menurutnya, kebijakan sasaran penerima bantuan itu menggambarkan pengambil kebijakan mencari cara yang paling aman karena penerima BSU saat ini merupakan peserta dari BPJamsostek.

Dia meminta pengambil kebijakan berani untuk menyasar para pekerja formal yang belum menjadi peserta BPJamsostek dan pekerja informal. Sebab hal itu dinilai bakal mendorong inklusivitas bansos dan menekan timbulnya ketimpangan pendapatan di kelompok pekerja.

"Di tataran kebijakan ini kami berharap BSU makin inklusif, sehingga bantalan sosial itu bisa disiapkan dan tidak menimbulkan ketimpangan pendapatan antara penerima manfaat yaitu pekerja formal, dengan mereka yang tidak mendapatkan itu, apakah mereka yang tidak terdaftar BPJS atau pekerja informal," jelas Robert.

Senada, Kepala Pemeriksaan Laporan Keasistenan Utama VI ORI Ahmad Sobirin mengungkapkan, Kementerian Ketenagakerjaan selaku pelaksana dan penanggungjawab program BSU didorong untuk memperluas cakupan kelompok sasaran. 

Pekerja formal yang menjadi peserta BPJamsostek menurutnya masih terhitung sedikit bila dibandingkan dengan pekerja formal yang belum terdaftar BPJamsostek, maupun pekerja informal. 

"Perlu dipertimbangkan agar BSU dapat diberikan juga kepada penerima bukan upah. Karena kalau penerima upah itu kan sudah pasti. Ini tujuannya agar inklusif, tidak hanya kepada penerima upah saja," jelasnya.

Selain itu, Kemnaker juga didorong untuk melakukan pemutakhiran data penerima BSU. Ini bertujuan menghindari kegagalan dalam penyaluran bantuan. Sebab, pada BSU yang lalu, ORI menerima banyak laporan mengenai gagal salur akibat hal administratif.

Di kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Surya Lukita Warman menyatakan, pihaknya telah memiliki sasaran prioritas penerima dalam program BSU kali ini. 

"Pemberian BSU diprioritaskan bagi pekerja atau buruh yang belum menerima program Kartu Prakerja, Program Keluarga Harapan, atau Banpres Produktif untuk usaha mikro pada tahun berjalan," jelasnya. 

Lalu mengenai persyaratan besaran upah untuk menjadi penerima manfaat disesuaikan, semula ditentukan untuk pekerja dengan pendapatan maksimal Rp3,5 juta per bulan menjadi paling banyak sebesar upah minimum kabupaten/kota atau provinsi yang dibulatkan ke atas hingga ratus ribuan penuh.

Pelaksanaan program BSU dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan 10/2022 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah bagi Pekerja/Buruh. 

Estimasi dari Kemnaker, pekerja yang akan menjadi penerima manfaat BSU akan mencapai 14.639.675 orang dengan total anggaran Rp8,783 triliun. Setiap penerima manfaat akan mendapatkan bantuan sebesar Rp600 ribu yang dibayarkan sekaligus. 

"Harapannya paling lambat minggu depan ini sudah bisa disalurkan kepada penerima manfaat," kata Surya. (OL-6)

BERITA TERKAIT