DIREKTUR Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengungkapkan, pemerintah berupaya menahan dan menjaga level perekonomian stabil di tahun depan. Hal itu menurutnya tergambar dari rangkaian asumsi dasar makro dan postur RAPBN 2023 yang disampaikan ke DPR, Selasa (16/8).
Bahkan pemerintah tampak pesimistis menatap perekonomian tahun depan. Sebab, angka pertumbuhan ekonomi 2023 dipatok di level 5,3%.
"Tampaknya pemerintah pesimis. Karena angka pertumbuhan itu stagnan, karena tahun ini range pertumbuhan 5,1% sampai 5,4%," jelasnya saat dihubungi, Rabu (17/8).
Baca juga: Melonjak Drastis, Penumpang Angkasa Pura I Tembus 5 Juta di Juli
Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah memproyeksikan perekonomian nasional tahun depan tidak akan jauh lebih baik dari tahun ini. Menurut Tauhid, itu disebabkan oleh kondisi geopolitik global yang tidak akan selesai dalam waktu dekat.
Kondisi itu akan tetap membuat adanya fluktuasi harga energi dan pangan dengan kecenderungan di level yang tinggi. Tak bisa ditampik, itu akan berdampak pada Indonesia dari sisi perdagangan seperti sekarang ini.
"Lalu karena tahun depan banyak negara diproyeksikan mengalami krisis, itu di dalamnya banyak mitra dagang Indonesia. Itu pasti berimbas ke kita," jelas Tauhid.
Selain itu, ekspansi fiskal di tahun depan juga dinilai bakal terbatas. Hal tersebut terlihat dari menurunnya alokasi anggaran belanja negara yang hanya Rp3.041,74 triliun, di bawah prakiraan belanja negara tahun ini yang diproyeksikan sebesar Rp3.169 triliun.
Belum lagi pemerintah dituntut untuk mempersempit defisit anggaran menjadi maksimal 3%. Dalam RAPBN 2023, pemerintah menargetkan kekurangan anggaran berada di level 2,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau Rp589 triliun.
"Ini jelas ekspansi fiskal akan terbatas. Itu artinya dorongan pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah," kata Tauhid.
Dia menilai, asumsi dasar dan postur RAPBN 2023 yang diusulkan pemerintah itu menggambarkan upaya pemerintah untuk bertahan, alih-alih menggedor laju pertumbuhan ekonomi. Langkah ini terbilang cukup baik, sebab, bila pemerintah terlalu berani melakukan ekspansi, dikhawatirkan risiko yang akan timbul jauh lebih buruk. (OL-6)