PEMERINTAH membuka opsi bahwa Bank Indonsia (BI) dapat melakukan pembelian di pasar perdana Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah.
Hal itu tercantum dalam Pasal 25 RAPBN 2023 yang berbunyi Pemerintah dapat menerbitkan SBN dengan tujuan tertentu termasuk menerbitkan SBN yang dapat dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai penanganan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang berdampak pada perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Bunyai pasal di atas seperti mengacu pada konsep burden sharing yang dilakukan pemerintah dan BI dalam hal pembiayaan penanganan krisis akibat pandemi covid-19.
Dengan berbekal Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI, pembelian SBN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana oleh bank sentral dapat dilakukan.
Alhasil, BI berkomitmen membeli SBN di pasar perdana Rp 215 triliun pada 2021 dan Rp 224 triliun pada 2022 masing-masing dalam 2 klaster berbeda.
Pembelian SBN berdasarkan SKB terakhir itu dilakukan hanya hingga akhir 2022. Pemerintah pun pada awal tahun ini telah sepakat menghentikan skema tanggung renteng alias berbagi beban (burden sharing) dengan Bank Indonesia (BI) pada tahun 2023. Sebagai gantinya, BI bisa membeli SBN di pasar sekunder.
Namun dengan adanya pasal 25 itu, agaknya pemerintah akan kembali memperpanjang SKB antara Menkeu dan BI. Sebab aturan yang ada hanya memperkenankan BI membeli SBN di pasar sekunder.
Pihak Kementerian Keuangan belum secara tegas menanggapi kemungkinan perpanjangan SKB ketiga yang mengatur pembelian SBN oleh BI. Dirjen Anggaran Isa Rahmatawarta mengatakan bahwa pembelian SBN oleh BI mengacu pada UU UU No 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (COVID-l9) danl tau dalam rangka menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. (Mir/E-1)