MENTERI Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah saat ini tengah mengkaji ihwal kebijakan subsidi. Hal itu meliputi pilihan untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, mengenai kuota dan volume, serta kebijakan yang akan digunakan tahun depan.
"Sekarang ini pemerintah dalam status melakukan review terkait kenaikan harga BBM, baik dari segi volume, maupun dari segi kebijakan selanjutnya," ujarnya dalam konferensi pers Nota Keuangan secara daring, Selasa (16/8).
Airlangga menyampaikan, dari tinjauan dan kajian yang dilakukan itu, pemerintah turut memperhitungkan potensi kenaikan inflasi dan dampaknya pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Bila pun nantinya pemerintah memutuskan untuk melakukan penaikan atau penyesuaian harga BBM bersubsidi, maka kompensasi juga akan diberikan kepada masyarakat prasejahtera. Kompensasi itu akan disalurkan melalui sejumlah program perlindungan sosial yang telah berjalan seperti PKH dan sembako.
Di kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan, kajian terus dilakukan untuk mendapatkan skema penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran. Sejauh ini pemerintah tengah berkutat pada sisi data, pendataan, dan pemanfaatan data.
Baca juga: Benahi Penyaluran Bantuan Sosial Sebelum Cabut Subsidi BBM
Inginnya pemerintah, kata Tasrif, data yang digunakan untuk mendistribusikan subsidi ialah data akurat dan valid. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mewujudkan reformasi kebijakan subsidi yang telah digaungkan pemerintah.
"Ini sehingga kita bisa mencegah kebocoran dan menjamin bahwa BBM subsidi ini bisa diterima oleh mereka yang berhak. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain dilakukan digitalisasi di Pertamina SPBU yang diharapkan bisa diselesaikan dalam waktu yang cepat," ujarnya.
Adapun dari sisi anggarannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, besaran dana yang digelontorkan untuk subsidi energi tahun depan bakal menciut. Ini karena harga komoditas energi dj 2023 diproyeksikan melandai, atau lebih rendah dari kondisi sekarang ini.
Karenanya, asumsi harga minyak mentah Indonesia dalam asumsi makro RAPBN 2023 dipatok di level US$90 per barel, lebih rendah dari asumsi tahun ini yang berkisar US$100-US$105 per barel. Turunnya asumsi harga itu mengakibatkan alokasi dana subsidi energi ikut menurun.
Pada RAPBN 2023 yang telah disampaikan ke DPR siang tadi, anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun depan dialokasikan Rp336,7 triliun. Alokasi itu lebih rendah dari yang ada di APBN-P 2022 sebesar Rp502,4 triliun.
"Jadi kalau tahun depan US$90, itu kita berasumsi dengan dunia yang lebih menurun pertumbuhannya, maka permintaan terhadap minyak juga mungkin lebih soft dan ini akan menimbulkan tekanan yang lebih rendah dan harga minyak menjadi lebih rendah," jelas Sri Mulyani. (OL-4)