Penyewa hanggar baru di Bandar Udara Robert Atty Bessing Malinau, Smart Aviation menyekolahkan calon-calon pilot yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka menyiapkan pilot-pilot lokal untuk melayani penerbangan mereka.
"Mereka disekolahkan dari dana corporate social responsibility (CSR) yang kami keluarkan setiap tahun setidaknya untuk 20 calon pilot. mereka diskolahkan di Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curug dan Bandung Pilot Academy," kata CEO Smart Aviation, Pongky Majaya di Malinau, Kalimantan Utara di Malinau, Sabtu (12/2) malam.
Apa yang dilakukan oleh Smart Aviation memang bertujuan untuk menciptakan talenta lokal yang melayani pernerbangan mereka dengan konsentrasi di saat ini adalah daerah Kalimantan dan Papua.
Pongky menyatakan, saat ini terdapat 1.500 pilot yang kehilangan pekerjaan karena terimbas pandemi. Banyak pula pilot-pilot itu yang datang kepada dirinya dan menginginkan pekerjaan, namun belum bisa difasilitasi. "Kami punya pilot yang sudah siap untuk bekerja, mereka talenta muda dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari Papua, Boyolali, dari Desa Krayan, Kalimantan Utara."
Pongky menambahkan meskipun pihaknya menyekolahkan banyak pilot, ada saatnya nanti harus keluar kerja. "Ya mereka harus berkembang juga di tempat yang lain. Kami paham bahwa ada masanya mereka mungkin jenuh, tetapi bagi kami tidak ada istilah ikatan dinas, kami mengandalkan ikatan batin. Itulah mengapa mereka sangat betah di sini bersama kami," katanya.
Smart Aviation juga sangat membatasi tenaga kerja asing kecuali untuk trainer, selebihnya adalah tenaga kerja lokal. Ini pula program yang ditawarkan dan dipaparkan kepada Pemerintah Kota Malinau.
Egon Erawan, trainer dan kapten pilot di Smart Aviation mengatakan, pilot-pilot muda di Smart Aviation tidak kalah saing dengan pilot luar negeri. "Kemampuan mereka bisa diandalkan, tidak kalah dengan pilot-pilot luar (negeri)," katanya.
Abraham, salah satu co-pilot di Smart Aviation yang berasal dari Krayan bercerita, dirinya sempat mengganggur tiga tahun menanti menjadi pilot. "Orangtua saya telah menjual sawah, rumah, dan mengalah untuk kemudian pindah rumah demi saya menjadi pilot. Saya menganggur tiga tahun, dan malu untuk pulang. Saya kemudian tinggal bersama kakak di Tarakan. Bersyukur kemudian diterima di sini," katanya.
Dia mengaku orangtuanya menghabiskan dana sebesar Rp665 juta untuk menyekolahkannya. Abraham memang bukan salah satu pilot yang disekolahkan oleh Smart Aviation. Ada dua jalan untuk tergabung menjadi salah satu pilot di Smart Aviation, selain disekolahkan, juga salah satunya adalah seperti yang dilakukan Abraham.
Dia senang setelah bekerja mendapatkan kesempatan mengantarkan salah satu pejabat daerah dengan pesawat Cessna Caravan berpenumpang hingga 12 orang. (OL-12)