KEMENTERIAN Perhubungan (Kemenhub) tengah memproses perizinan Sertifikat Operator Udara (AOC) maskapai Pelita Air Service (PAS) milik PT Pertamina (Persero), agar bisa terbang untuk tujuan komersial.
Diketahui, maskapai tersebut digadang-gadang menjadi pengganti Garuda Indonesia sebagai maskapai nasional. Saat ini, Pelita Air memiliki dua izin, yaitu Surat Izin Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal (SIUAU-NB) dan SIUAU Niaga Tidak Berjadwal atau charter.
Artinya, maskapai itu telah mengantongi sertifikat standar yang diterbitkan oleh Online Single Submission Risk Based Approach atau OSS Berbasis Risiko. "Kami masih proses sertifikasi teknis untuk AOC penerbangan berjadwal untuk Pelita Air," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto kepada Media Indonesia, Kamis (28/10).
Baca juga: Dahlan Iskan Nilai Erick Cerdas Soal Berencana Gantikan Garuda dengan Pelita Air
Lebih lanjut, Novie menyebut pihaknya tengah mengkaji sejumlah dokumen yang diajukan Pelita Air untuk penerbitan AOC. Sertifikasi itu akan menentukan nama dan lokasi atau empat usaha utama operator. Berikut, tanggal penerbitan dan masa berlaku penerbangan, hingga jenis pesawat terbang yang diizinkan untuk digunakan.
Adapun Direktur Utama Pelita Air Albert membenarkan bahwa pihaknya sudah mendapatkan izin niaga berjadwal dari Kemenhub. Serta, tengah menunggu izin pelaksanaan rute penerbangan komersil dari pemerintah. "Iya, sudah dapat izin niaga berjadwal. AOC masih dalam persiapan dan pengurusan," jelas Albert.
Baca juga: Garuda Ekspansi Jaringan Kargo ke Eropa dan Amerika
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra enggan berkomentar lebih jauh terkait rencana Kementerian BUMN, yang bakal menggantikan posisi Garuda sebagai flag carrier dengan Pelita Air. Wacana itu sebagai buntut masalah finansial yang melilit perseroan.
"Opsi tersebut merupakan pandangan dari Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas Garuda. Dalam melihat berbagai kemungkinan melalui perspektif yang lebih luas. Atas berbagai opsi terkait langkah pemulihan kinerja Garuda," tutur Irfan beberapa waktu lalu.
Garuda memiliki utang senilai lebih dari Rp70 triliun. Perseroan juga mengalami kerugian US$2,5 miliar atau Rp36,2 triliun pada 2020 akibat pandemi covid-19. Garuda membukukan pendapatan sebesar US$1,49 miliar per 31 Desember 2020. Capaian itu merosot tajam dibandingkan periode 2019 lalu, yakni US$4,57 miliar.(OL-11)