SERIKAT Kerja PLN Group tetap menolak holdingisasi terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uang (PLTU), serta upaya privatisasi/ IPO terhadap usaha ketenagalistrikan yang saat ini masih dimiliki oleh PT PLN (Persero) dan anak usahanya.
Bahkan sikap itu mendapat dukungan dari serikat pekerja global atau Public Services International (PSI), sebuah federasi serikat global yang beranggotakan lebih dari 700 serikat pekerja yang mewakili 30 juta pekerja di 154 negara yang konsisten memperjuangkan penguasaan public pada public goods. PSI menolak holdingisasi dan privatisasi PLN. Pasalnya langkah ini bertentangan dengan konstitusi dan berpotensi merugikan rakyat dan pekerja PLN sendiri.
Menurut Sekjen PSI Rosa Pavanelli, organisasi dengan lebih dari 700 serikat pekerja yang mewakili 30 juta pekerja di 154 negara ini mendukung langkah yang ditempuh SP PLN dan anak perusahaan
"Kami (PSI) dan afiliasi kami di bidang energi di Indonesia yaitu Serikat Pekerja PT PLN Persero (SP PLN Persero), Persatuan Pegawai PT Indonesia Power (PP IP), dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali (SP PJB), menolak keras upaya privatisasi, melalui penggabungan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak perusahaannya menjadi holding perusahaan," kata dia dalam siaran pers bersama secara virtual pada HUT ke-22 SP-PLN, Rabu (15/9).
Sekretaris Jenderal Pegawai PT Indonesia Power (PPIP) Andy Wijaya mengatakan ada surat yang disampaikan PSI kepada Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, SP PLN Group sudah menyampaikan penolakan terhadap holding yang disertai surat bersama ke Jokowi.
Sebagai informasi, Gabungan Serikat Pekerja PT PLN (Persero), Persatuan Pegawai PT Indonesia Power, dan Serikat Pekerja PT Pembangkitan Jawa Bali menolak rencana menjadikan PT Pertamina Geothermal Energy sebagai holding panas bumi.
"Jika merujuk pada pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi terkait dengan putusan judicial review UU Ketenagalistrikan disebutkan bahwa untuk usaha ketenagalistrikan yang menjadi holding company adalah PT PLN (Persero)," terangnya.
Dalam putusan itu Mahkamah berpendapat, jika PLN masih mampu dan bisa lebih efisien, tidak ada salahnya tugas itu tetap diberikan kepada PLN, tetapi jika tidak, maka dapat berbagi tugas dengan BUMN lainnya atau BUMD dengan PLN sebagai holding company.
Ketua Umum SP PLN, M Abrar Ali dan Sekjen SP PJB Dewanto Wicaksono kembali menekankan soal pernyataan sikap yang disampaikan akhir Juli 2021.
"SP-PLN Grup dengan tegas menolak holdingisasi PLTP jika tidak diserahkan kepada PLN sebagai holding perusahaanya," tegasnya. (RO/E-1)