TANAMAN porang saat ini menjadi komoditas yang digemari masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sehat. Orang Indonesia sebetulnya sudah lama mengenal porang. Orang Sunda menyebutnya bulangan atau lorkong di Madura. Orang Tiongkok menyebutnya konjak dan di Jepang dikenal sebagai konnyaku yang sudah ratusan tahun dikonsumsi.
Dulu, porang yang umbinya mirip suwek itu tidak dianggap bahkan dibuang-buang, karena kadang gatal saat dikonsumsi. Waktu itu masyarakat belum tahu bagaimana mengelola umbi bernama latin Amorphophallus oncophyllus itu, apalagi mengetahui kandungan nutrisi sehat di dalamnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, porang yang sudah diolah menjadi tepung glukomanan banyak digunakan sebagai bahan campuran baik untuk industri makanan, kimia dan farmasi, dan industri bahan pelapis, bahan perekat (lem, cat tembok), pelapis kedap air, industri tekstil, media pertumbuhan mikroba, industri kertasproduk makanan lainnya dan juga termasuk kosmetik. Itulah sebabnya harga porang cukup tinggi di pasaran dunia.
Di Indonesia, pelopor industri porang adalah PT Ambitious Trading Company atau dikenal sebagai PT Ambico. Perusahaan asli Indonesia ini sudah berdiri sejak 1971. Pendirinya Masaharu Ishii, mantan tentara Jepang yang dikirim ke Indonesia. Setelah menyelesaikan masa tugasnya, ia memilih tinggal dan bergabung bersama tentara republik. Sementara rekan-rekannya kembali ke Jepang
Sebagai pelopor industri porang pertama di Indonesia, yang dikenal dengan produk beras konnyaku dan shirataki, Ambico mengajak masyarakat untuk mengonsumsi makanan sehat. Sebabnya, shirataki memiliki segudang manfaat bagi kesehatan, yakni membantu menurunkan berat badan, kadar kolesterol, menormalkan kadar glukosa darah, menurunkan tekanan darah, dan racun serta menjaga kesehatan usus karena tinggi akan serat.
“Kami ada dua produk, yang bentuk basah dan kering. Yang basah kadar karbo rendah, yakni 5% dan kalorinya rendah mendekati nol. Ini cocok untuk penderita diabetes. Bagi mereka yang sedang diet ketat, sama sekali tidak mengonsumsi karbohidrat, bisa memilih shirataki basah,” kata Presiden Direktur PT Ambico, Johan Soedjatmiko Ishii dalam wawancara virtual dengan Tim Media Indonesia, Selasa (10/8).
Menurut cucu atau generasi ketiga dari Masaharu Ishii ini, sejak awal berdiri, PT Ambico fokus pada ekspor produknya berupa mi kering ke Jepang, yang menjadi negara pertama dan utama tujuan ekspornya.
Setelah Jepang, ekspor produk pun meluas ke sejumlah negara di dunia. Sementara di Indonesia, produk Ambico mulai diperkenalkan ke masyarakat pada 2015. Dan produk Konnyaku dan Shirataki, lanjut Johan, baru booming dua tahun belakangan ini di Indonesia. Bahkan saat ini produk yang diekspor dan dikonsumsi di dalam negeri imbang 1 : 1.
“Saya tidak pernah menyangka porang akan hits seperti ini. Kami membuat beras porang sendiri, tapi banyak yang salah kaprah, dan menyangka ini buatan luar negeri,” tambah Johan.
Lebih lanjut, pria kelahiran 27 Mei 1976 ini mengatakan saat memulai penjualan di pasar lokal pada 2014, terjadi peningkatan setiap tahunnya. Dari rata-rata 2 ton per tahun menjadi 480 ton per tahun
“Jadi, meningkatnya itu luar biasa. Ini seiring dengan trend minat masyarakat soal hidup sehat,” tambah lulusan Fisika dari Waseda University Tokyo, Jepang pada 2002 ini lagi.
Johan mengakui peranan sosial media menjadi salah satu penyebab produknya hits di kalangan masyarakat. Menurutnya, banyak konsumen yang mengunggah Konnyaku dan Shirataki di Instagram karena diklaim dapat menurunkan berat badan.
“Peran sosial media akhir-akhir ini luar biasa. Banyak orang mengunggah bilang kalau sudah turun 5 kilogram, karena makan dengan beras Konnyaku. mereka live sambil makan Shirataki. Memang kami terbantu dengan konsumen yang gemar produk ini,” imbuhnya.
Dalam 100 gram mie Shirataki terkandung air 90%. Dengan kata lain, produk tersebut masuk dalam kalori rendah. Hal itu, menurut Johan, bagus untuk mengurangi konsumsi karbohidrat. Sebab, orang Indonesia terbiasa mengonsumsi banyak karbohidrat dalam menu sehari-hari.
“Beras kami mengandung tapioka, karena Ambico lebih memilih bagaimana masyarakat mengonsumsi makanan lebih sehat dan enak. Bahan baku yang kita olah ini semua dari Indonesia,” katanya lagi.
Selain aneka produk dari shirataki , perusahaan yag berkantor di Pasuruan dan Surabaya, Jawa Timur ini juga mengekspor tepung glukomanan ke berbagai negara Amerika, Eropa, lalu produk dalam bentuk keripik atau chips ke Vietnam, Tiongkok dan lainnya.
Perkenalkan Indonesia ke dunia
Setelah masa pendudukan Jepang berakhir di Indonesia, sang pendiri Masaharu Ishii memutuskan tinggal dan berjuang bersama rakyat Indonesia selama perang kemerdekaan dengan pangkat terakhir (Mayor (Purn) TNI AD.
Setelah Indonesia merdeka, iapun memulai sebuah keluarga di Indonesia. Pada 17 Oktober 2001, Ishii mendapat Piagam Tanda Kehormatan Satyalencana Wira Karya dari Presiden Megawati.
Setelah memutuskan untuk tinggal di Indonesia dan mendapatkan kewarga negaraan dari Presiden Soekarno, Ishii berusaha mencari komoditas Indonesia yang bermanfaat dan bisa diperkenalkan ke dunia, terutama menjembatani hubungan Indonesia-Jepang.
Hal itu dilakukannya sebagai ungkapan syukur bisa menjadi WNI. Sebab itu, selama periode 1956-1965, ia belajar tentang industri perdagangan konjak sehingga membuatnya menjadi satu-satunya orang yang dipercaya melakukan pemeriksaan untuk pemerintah Jepang dalam hal ekspor konjak.
Melalui PT Ambico itulah, Ishii memperkenalkan konjak kepada masyarakat Indonesia dengan mengolahnya menjadi Konnyaku dan Shirataki.
Penelitian dan pengembangan pun menjadi salah satu area fokus di perusahaannya, karena dianggap sebagai kunci untuk memenangkan pasar. Sejalan dengan pertumbuhan perusahaan, Ambico terus berinovasi dan bereksperimen dengan produk akhir baru yang beragam untuk menjangkau di luar area industri makanan.
Intinya, perusahaan yang sudah berdiri selama 50 tahun itu berhasil menciptakan iklim menanam dan membudidayakan porang di Tanah Air. Kemudian mengekspor bahan mentah sebagai komoditas internasional. Ambico, kata Johan, terus mempertahankan keunggulan dalam alur kerja melalui peluncuran produk setengah jadi, kemudian produk basah dan kering.
Ambico pun mengembangkan bahan-bahan ini menjadi varian lain juga. Seperti Ashitaba, yang dikonsumsi sebagai sayuran dan obat-obatan. Getah dalam Ashitaba disebut mengandung komponen yang disebut chalcone, sebagai bagian dari unsur kimia yang disebut flavonoid. Ini sangat kuat sebagai antioksidan dan antiinflamasi.
“Ambico adalah satu-satunya perusahaan di dunia yang mampu memproduksi chalcone cair dalam jumlah banyak,” klaim Johan.
Selain itu, Ambico juga memprotinggi ekstrak melinjo dan tepung berkualitas tinggi untuk diekspor.
“Melinjo itu mengandung nutrisi bagus, asalkan jangan digoreng. Kalau direbus seperti pada sayur asam itu bagus,” tandas Johan. (Ins/X-7)