30 May 2023, 21:00 WIB

Kebelet Cawe-Cawe Kepala Negara


Mediaindonesia.com|Editorial MI

img

PERNYATAAN Presiden Joko Widodo untuk tidak akan netral dan harus cawe-cawe di Pilpres 2024 telah menghinakan akal sehat rakyat. Tidak pernah ada kebaikan yang lahir dari cawe-cawe penguasa, apalagi penguasa yang masa baktinya akan habis dalam hitungan bulan.

Presiden Jokowi seharusnya cukup bertindak memastikan bahwa Pemilu 2024 berjalan dengan lancar. Perkara siapa yang akan menerima tongkat estafet untuk lima tahun mendatang, biar itu diputuskan oleh rakyat selaku pemilik sah kedaulatan di Republik ini.

Keinginan untuk ikut campur dalam pemilu disampaikan langsung oleh mantan Wali Kota Surakarta itu saat jamuan makan bersama pemimpin redaksi sejumlah media massa dan content creator di Istana Negara, Senin (29/5) sore.

Harus kita katakan bahwa pernyataan ini terlalu vulgar. Publik pun semakin teryakinkan bahwa Jokowi sejatinya takut kehilangan kekuasaan. Ia sampai harus mencari penerus. Republik ini laksana kerajaan dengan putra mahkota adalah sosok yang wajib direstui sang raja.

Istana melalui Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Setpres Bey Machmudin sampai harus mengeluarkan klarifikasi. Kata Bey, Presiden ingin pemimpin nasional ke depan dapat melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis seperti pembangunan IKN, hilirisasi, dan transisi energi bersih.

Namun, klarifikasi dari Istana justru semakin menguatkan keyakinan bahwa Jokowi yang notabene seorang kepala negara memang sedang meremehkan kecerdasan masyarakat. Publik seperti dianggap bodoh, harus dituntun, tidak bisa mencari siapa sosok yang kredibel menakhodai negeri ini untuk lima tahun ke depan.

Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN, misalnya, sudah diatur melalui Undang-Undang No 3 Tahun 2022. Rakyat paham betul bahwa siapa pun pengganti Jokowi haruslah melanjutkan kebijakan pembangunan IKN. Sebab, jika tidak, itu sama saja melanggar perintah undang-undang.

Kita juga harus meluruskan jalan pikiran Jokowi yang bengkok itu. Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.

Tidak ada satu pun ayat yang mengatakan pemimpin berikutnya ditentukan oleh petahana. Kalaupun Jokowi ingin seorang penerus dan meninggalkan legasi, biarlah itu tumbuh karena ide, bukan ambisi apalagi akal-akalan ala Istana.

BACA JUGA
BERITA LAINNYA