
MAHALNYA biaya untuk berkompetisi di pemilu legislatif membuat mereka yang berambisi menjadi anggota dewan menggunakan segala cara demi memenuhinya. Celakanya, di antara mereka tak segan menempuh upaya terlarang, bahkan sampai melakukan kejahatan luar biasa.
Beragam cara menyimpang untuk menjadi wakil rakyat sudah terungkap. Sebagai ongkos politik, misalnya, ada yang melakukan korupsi. Kelakuan buruk ini dilakukan oleh beberapa pejabat yang ingin kembali menjabat di badan legislatif.
Cara kotor lainnya ialah dengan melakukan pencucian uang. Hal ini pun kembali diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Mereka mewaspadai tindak pidana yang dipraktikkan partai politik maupun calon anggota legislatif pada Pemilu 2014.
Terakhir, Polri menemukan indikasi kuat soal penggunaan uang hasil perdagangan narkoba untuk kepentingan konstetasi Pemilu 2024 di sejumlah daerah. Indikasi itu dipaparkan Wakil Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Komisaris Besar Jayadi, kemarin.
Menurut Jayadi, dari hasil penangkapan yang dilakukan jajaran Korps Bhayangkara terhadap anggota dewan di beberapa daerah, ada dugaan kuat mereka menggunakan dana haram itu untuk berkompetisi tahun depan. Mereka hendak menjadi wakil rakyat dengan cara yang amat sesat.
Sayangnya Jayadi tidak membeberkan secara rinci siapa saja anggota legislatif yang ditangkap itu, dari partai apa, di daerah mana, apa pula perannya dalam peredaran narkoba. Dia hanya menegaskan, pihaknya mengimbau seluruh jajaran untuk melakukan antisipasi dalam rapat kerja teknis yang dihadiri para direktur reserse narkoba seluruh Indonesia di Bali, kemarin hingga hari ini.
Meski masih indikasi, apa yang dilontarkan Kombes Jayadi jelas bukan perkara main-main. Menggunakan uang hasil perdagangan narkoba demi menjadi anggota dewan adalah seburuk-buruknya cara untuk berkuasa. Sama buruknya dengan mengandalkan uang hasil korupsi, hasil pencucian uang, dan hasil kejahatan-kejahatan lainnya.
Wakil rakyat harus berintegritas, punya moral yang baik, juga apik dalam perilaku dan perbuatan. Memperdagangkan narkoba adalah tindakan yang buruk, sangat buruk, juga tak bermoral. Daya rusak yang diakibatkan bagi bangsa sungguh luar biasa. Bagaimana mungkin perusak rakyat kita biarkan menjadi wakil rakyat?
Biaya untuk menjadi anggota legislatif di negeri ini memang mahal. Caleg mesti menguras tabungan dalam-dalam untuk membayar biaya saksi, biaya sosialisasi, dan biaya-biaya lainnya. Belum lagi jika mesti memberikan mahar kepada partai politik yang menaunginya.
Hasil riset salah satu lembaga riset menyebutkan, untuk Pemilu 2019, caleg DPR RI harus menyediakan dana minimal Rp1 miliar-Rp2 miliar, DPRD provinsi Rp500 juta-Rp1 miliar, dan DPRD kabupaten/kota Rp300 juta. Itu minimal, sedangkan realitasnya bisa berlipat-lipat.
Dalam situasi yang tak ideal itu, caleg memang harus berduit. Namun, bukan berarti kita boleh toleran terhadap penggunaan segala cara. Apalagi jika cara-cara itu berupa kejahatan, terlebih extraordinary crime semacam perdagangan gelap narkoba.
Kepada Polri, kita meminta agar indikasi penggunaan uang hasil peredaran narkoba untuk kontestasi Pemilu 2024 dibongkar. Ungkapkan kepada publik siapa saja anggota legislatif yang ditangkap karena terlibat dalam perdagangan barang laknat itu. Beberkan para penjahat yang tak tahu diri untuk menjadi wakil rakyat itu. Jangan ada yang ditutup-tutupi, jangan biarkan rakyat bertanya-tanya, pastikan semuanya terang benderang.
Amat mustahil mereka yang lolos ke gedung dewan dengan cara kotor bisa memberikan hasil kerja yang bersih. Wakil rakyat hanya buat orang-orang terhormat, bukan untuk para penjahat.