
BANYAKNYA kasus pelanggaran, baik hukum maupun etis, yang menjerat sejumlah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode sekarang, kiranya sudah cukup untuk membuat kepercayaan publik terhadap lembaga itu terus menurun. Ini bukan sekadar omong kosong. Sejumlah survei menunjukkan bahwa kepercayaan itu memang benar-benar turun.
Yang teranyar, misalnya, survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis April 2023 lalu. Tren kepercayaan publik terhadap KPK, menurut rilis tersebut, turun sebesar 4% dari dua bulan sebelumnya. Pada Februari 2023, KPK masih memiliki tingkat kepercayaan 68%, sedangkan pada April 2023 terjerembab ke angka 64%.
Padahal, masih menurut LSI, secara umum kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum meningkat. Itu artinya KPK ialah satu-satunya lembaga penegak hukum yang mengalami penurunan tren kepercayaan. Berbanding terbalik dengan kondisi beberapa tahun lalu ketika KPK hampir selalu tampil sebagai lembaga yang paling dipercaya masyarakat.
Kini, yang ditunggu publik ialah kepemimpinan baru KPK yang lebih kredibel dan mampu memulihkan muruah lembaga yang menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi di Republik ini. Masa tunggunya memang, masih panjang. Masa jabatan pimpinan KPK saat ini baru akan habis pada Desember 2023 mendatang.
Namun, sebetulnya dengan waktu yang masih cukup lama itu, publik justru punya harapan baru akan sebuah proses seleksi pimpinan KPK yang lebih komprehensif, lebih teliti, lebih cermat sekaligus lebih hati-hati. Syaratnya, peralihan kepemimpinan di lembaga antirasuah itu mesti pula didukung oleh panitia seleksi yang juga kredibel dan memiliki komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi.
Sayangnya, sampai hari ini belum terlihat tanda-tanda Presiden akan membentuk panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK. Semestinya, kalau Presiden bisa membaca kebatinan masyarakat, saat inilah waktu yang tepat untuk menyusun dan membentuk pansel. Tujuannya tidak lain tidak bukan agar pansel yang dihasilkan punya waktu yang cukup untuk bekerja menyeleksi calon-calon pendekar pemberantasan korupsi.
Bayangkan jika pansel capim KPK itu nantinya hanya diberi waktu yang pendek untuk menyeleksi, bisakah kita berharap mereka mampu menghasilkan pimpinan KPK yang sesuai dengan kehendak rakyat, yang kompeten, berintegritas tinggi, bersih dari korupsi, serta terbebas dari konflik kepentingan? Jelas kita khawatir, jangan-jangan model pemimpin yang seperti sekarang lagi yang bakal terpilih.
Karena itu, kita mendesak Presiden untuk segera membentuk pansel capim KPK. Tidak ada satu pun pihak yang bakal dirugikan bila Presiden membentuk pansel sedari sekarang. Publik justru akan melihat iktikad baik dan komitmen tinggi dari Presiden untuk membenahi lembaga yang kini tengah limbung dan terhuyung-huyung atas ulah mereka sendiri. Jangan sampai lambatnya pembentukan pansel malah membuat masyarakat berprasangka negatif terhadap komitmen Presiden.
Terlepas dari itu, dalam konteks teknis seleksi, pansel capim KPK sejujurnya memang butuh waktu panjang. Setidaknya, jika kita merujuk dari kerja pansel-pansel periode sebelumnya, ada 10 tahapan seleksi yang diterapkan untuk menyaring para kandidat terbaik. Pansel KPK juga mesti diberi waktu untuk berinteraksi dengan publik, meminta publik memberikan masukan terkait dengan rekam jejak kandidat.
Dengan kinerja KPK saat ini yang terus menjadi sorotan, kerja pansel jelas akan semakin berat. Pansel ibarat saringan awal yang boleh jadi akan menentukan hitam-putihnya KPK nanti. Karena itu, demi KPK yang lebih baik, demi tujuan besar memberangus korupsi di negeri ini, sesungguhnya tidak alasan bagi Presiden untuk menunda-nunda pembentukan pansel capim KPK.