
TIDAK pernah ada ruang sekecil apa pun untuk mendikte Presiden Joko Widodo dalam memilih para pembantunya di kabinet. Itu sepenuhnya menjadi hak prerogatif Kepala Negara, hak istimewa yang diturunkan langsung dari konstitusi.
Namun, selalu terbuka ruang buat publik menyuarakan harapan agar Presiden menggunakan keistimewaan yang dimilikinya di atas biduk kebijaksanaan. Karena hanya dengan kebijaksanaan, pemerintahan Jokowi akan mampu berlari kencang dan tetap seimbang.
Tanpa kebijaksanaan, roda pemerintahan dipastikan menjadi goyang. Publik tentu tidak ingin itu terjadi. Rakyat ingin roda pemerintahan ini terus menggelinding mulus hingga akhir masa jabatan, stabil, dan tidak berguncang-guncang.
Rakyat ingin mengenang Presiden Jokowi sebagai negarawan bukan sosok yang berhasrat memperkuat kekuasaan. Itu sebabnya ruang bagi publik untuk menyuarakan penggunaan hak prerogatif harus dibuka selebar-lebarnya, diartukulasikan seluas-luasnya.
Publik mempertanyakan kabar Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo akan menjadi menkominfo. Kalau ini sampai terjadi, kabinet ini terancam menjadi arisan keluarga. Bukankah sudah ada putri Hary di kabinet, yaitu Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo?
Adalah Ketua Bidang Politik dan Kebijakan Publik DPP Partai Perindo Heri Budianto, pada Kamis (18/5), yang mengapungkan isu tersebut. Heri juga membocorkan informasi bahwa Hary Tanoe sudah dua kali bertemu dengan Jokowi dan terlibat diskusi internal.
Publik digantung dalam tanda tanya karena tidak ada secuil pun bantahan dari Presiden Jokowi ketika dicecar wartawan di Pangkalan TNI-AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/5) pagi. Belum terang siapa calon pengganti Johnny G Plate yang sedang terjerat masalah.
Diamnya Jokowi memang belum tentu lampu hijau buat Hary Tanoe. Bisa saja menkominfo yang baru tetap dari partai semula. Di titik inilah, publik berharap Jokowi bersikap bijaksana, menjadi negarawan tulen alih-alih lebih mengikuti tarikan pragmatisme kekuasaan.
Publik berharap diamnya Jokowi karena memang sedang menyiapkan tradisi berkonsultasi dengan partai politik seperti ketika ia akan mencari pengganti Menpora Imam Nahrawi, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Sosial Juliari Batubara, dan Menteri KKP Edhy Prabowo.
Tradisi baik tentu perlu dipertahankan. Apalagi, hak prerogatif sejatinya hak istimewa bukan hak suka-suka Kepala Negara.