
KITA tidak habis pikir dengan kebijakan anggaran pemerintah yang tampak begitu memanjakan aparaturnya, termasuk para pejabat. Melalui aturan terbaru, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 49 Tahun 2023, nilai sejumlah fasilitas tunjangan bagi para pelayan publik tersebut bakal naik tahun depan.
Penaikan antara lain meliputi besaran uang lembur hingga perjalanan dinas. Uang lembur bagi aparatur sipil negara (ASN) semula Rp13 ribu untuk pegawai golongan I hingga Rp25 ribu bagi golongan IV. Tahun depan menjadi Rp18 ribu sampai Rp36 ribu. Besaran kenaikan mencapai Rp11 ribu per orang.
Untuk satpam, petugas kebersihan, pengemudi, dan pramubakti di lingkungan kerja ASN tidak ada kenaikan, tetap Rp13 ribu. Mereka rupanya tidak termasuk golongan elite yang mendapat fasilitas kemanjaan dari negara. Kabar baiknya, mereka mendapatkan kenaikan honorarium.
Kenaikan juga terlihat di sejumlah fasilitas perjalanan dinas, seperti penginapan dan biaya perjalanan. Besaran kenaikan variatif, tergantung daerah. Tidak semua mengalami kenaikan, ada yang tetap. Mungkin menunggu giliran agar tidak mencolok.
Para pejabat eselon I dan II mendapat kenikmatan lebih melalui pengadaan kendaraan dinas. Meski pagu pengadaan kendaraan dinas pejabat di wilayah yang bersangkutan tidak naik, seperti misalnya di Aceh yang tetap Rp642 juta, kedua golongan pejabat bisa mendapat kendaraan yang lebih mahal atau baca: lebih mewah.
Kenaikan batas atas pengadaan bagi pejabat eselon I dan II dipukul rata. Di mana pun bertugas, limit harga kendaraan dinas mereka kini menjadi Rp879 juta. Naik sekitar Rp144 juta.
Pemerintah juga menambahkan fasilitas kendaraan listrik berbasis baterai yang untuk pejabat eselon I nilainya hampir Rp1 miliar. Tidak ada catatan tambahan bahwa bila sudah mendapat pengadaan kendaraan dinas nonlistrik, tidak boleh lagi memperoleh kendaraan listrik.
Sepertinya ada faktor-faktor kebutuhan pendorong yang menjadi pertimbangan kenaikan fasilitas memanjakan dari pemerintah tersebut. Kebutuhan untuk pamer harta, misalnya. Memang ada kebutuhan itu bagi ASN serupa pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo atau Andhi Pramono, Kepala Bea dan Cukai Makassar yang baru saja menjadi tersangka gratifikasi.
Pemborosan anggaran untuk menaikkan fasilitas tunjangan aparatur negara menunjukkan rasa percaya diri yang berlebihan merespons perbaikan perekonomian nasional. Padahal, situasi perekonomian masih menghadapi ketidakpastian karena perekonomian global belum baik-baik saja.
Kebijakan pemerintah juga tampak jomplang dengan potret kemiskinan negeri. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ada kenaikan angka kemiskinan dari 9,54% per Maret 2022 menjadi 9,57% dari total penduduk per September 2022.
Dengan tambahan sekitar 81 ribu jiwa, kini tidak kurang dari 26,36 juta rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Bank Dunia sudah menyarankan Indonesia menaikkan patokan garis kemiskinan menjadi Rp46 ribu per orang per hari. Angka Rp30 ribu dinilai sudah tidak relevan.
Alih-alih menaikkan fasilitas aparatur negara, beranikah pemerintah memenuhi saran Bank Dunia? Itu berarti akan terjadi lonjakan angka kemiskinan yang berimplikasi pada kenaikan anggaran subsidi bagi rakyat miskin.
Anggaran negara akan jauh lebih bermanfaat dan memenuhi rasa keadilan sosial bila fasilitas untuk rakyat miskin dinaikkan. Bukan malah memboroskan anggaran untuk hura-hura pelayan publik.