
KETUA Umum Partai NasDem Surya Paloh bukan sekali saja menyatakan dukungan penuh pada pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin. Setelah pada Oktober dan November 2022, pada Senin (16/1), Surya menegaskan lagi sikap itu lewat amanatnya kepada seluruh anggota Fraksi NasDem di DPR RI.
Meski tetap disampaikan dalam acara internal partai, pernyataan Surya dapat ditangkap merupakan pesan bagi publik luas. Khususnya, pihak-pihak yang terus mempertanyakan komitmen NasDem sebagai partai pendukung pemerintahan. NasDem menjadi target sindiran sejak mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres 2024 pada Oktober tahun lalu.
Dalam isu reshuffle kabinet di awal tahun ini pun para menteri dari NasDem dirumorkan, bahkan didesak, untuk dievaluasi. Betul bahwa evaluasi kinerja ialah hal wajar, bahkan kebutuhan untuk mencapai kemajuan.
Namun, desakan evaluasi yang bukan berdasarkan ukuran jelas, sangat mudah dibaca sebagai sentimen politik. Bantahan Istana tentang tidak adanya reshuffle di Januari, tidak serta-merta menghentikan sentimen itu.
Friksi memang hal lumrah dalam politik. Namun, kemampuan partai dalam merespons friksi juga penting. Sebab ini terkait dengan tanggung jawab terhadap pemilih ataupun demokrasi itu sendiri.
Respons inilah yang tampak sedang dilakukan Surya lewat penyataan berulangnya. Dalam lingkup ketika citra dan kata-kata berperan besar, komitmen adakalanya perlu diulang.
Perintahnya agar seluruh kader mendukung kerja pemerintah ialah bagian tanggung jawab sebagai koalisi. Keberhasilan pemerintah memang juga keberhasilan koalisi, dan sebaliknya pula soal kegagalan.
Namun, tanggung renteng tentu bukan hanya tugas ketua umum. Perintah Surya harus bisa dijawab para menteri dan seluruh anggota Fraksi NasDem. Terlebih, tantangan di 2023 semakin berat dengan adanya perfect storm atau resesi ekonomi global. Program ketahanan pangan, juga mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, merupakan bidang kerja para menteri NasDem di kabinet.
Tidak hanya dalam menghadapi resesi, NasDem memiliki tanggung jawab besar menjaga demokrasi. Setahun menuju pemilu, tantangan demokrasi muncul dengan pengajuan judicial review atau uji materi mengenai Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait Sistem Proporsional Terbuka ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Judicial review ini merupakan upaya untuk kembali ke sistem proporsional tertutup, yang justru memundurkan demokrasi. Dengan sistem proporsional tertutup, nama caleg tidak akan muncul di surat suara sehingga pemilih hanya mencoblos partai.
Padahal, selama empat kali pemilu, sistem proporsional terbuka telah menjadi jalan untuk menghasilkan kader yang lebih berkualitas. Kompetisi yang terjadi pun minim konflik.
Tanggung jawab terhadap demokrasi inilah yang dipesankan Surya dengan dukungan penuh terhadap sistem proporsional terbuka. NasDem pun telah menjelaskan jika Yuwono Pintadi yang masuk ke daftar pemohon uji materi sudah bukan kader partai tersebut sejak 2019. Gugatan Yowono merupakan sikap pribadi.
Secara lebih luas, langkah-langkah NasDem sebenarnya merupakan potret kedewasaan politik kita. Tanggung jawab partai pendukung dan strategi menuju pemilu berikutnya bukanlah hal yang berbenturan meski tidak linier.
Itu pula yang semestinya disadari pelaku politik lainnya, termasuk para parpol baik yang berada di dalam koalisi ataupun oposisi. Persiapan matang menuju pemilu bukan saja hak melainkan tugas peserta. Bersiap tidak berarti membuat parpol koalisi menjadi hambatan, apalagi musuh, pemerintah.
Parpol yang dewasa ialah yang mampu menjalani setiap peran yang dipilihnya. Peran itu ditunjukkan dengan kerja nyata, bukan serangan sindiran yang memperkeruh suasana.