14 January 2023, 05:00 WIB

Kasus Makassar, Anak dalam Bahaya


Mediaindonesia.com|Editorial MI

img

SUNGGUH membuat miris bahwa kekerasan bahkan kejahatan terhadap anak-anak masih terus terjadi di negeri ini. Kecenderungannya bahkan semakin meningkat. Kekerasan terhadap anak yang dahulu seperti masih bersembunyi di balik gunung es, kini berentetan menyeruak ke luar. Merujah kedamaian hidup masyarakat, menghantam sendi-sendi kemanusiaan.

Kejahatan terhadap anak bahkan tidak hanya dilakukan orang dewasa, tapi juga oleh mereka yang masih anak-anak dan remaja. Belum lama ini kita tentu membaca betapa tragisnya pembunuhan yang dilakukan dua remaja, AD dan MF, terhadap seorang anak, MFS, yang masih berusia 11 tahun di Makassar, Sulawesi Selatan. Polisi telah menetapkan kasus tersebut sebagai pembunuhan berencana dan menangkap kedua pelaku.

Tidak perlu berkecimpung di bidang hukum dulu untuk bisa mengatakan bahwa level ketragisan kasus tersebut sungguh luar biasa. Membaca atau mendengar berita pembunuhan itu bahkan bisa membuat orang yang awam pun marah sejadi-jadinya.

Memangnya siapa yang bisa menahan amarah melihat dua anak yang baru beranjak remaja sudah berani dan mampu merencanakan pembunuhan terhadap anak yang sebetulnya mereka kenal dengan baik? Siapa yang tidak merasa sesak dada ketika perilaku brutal dan sadis ternyata tak hanya dimonopoli orang dewasa, tapi juga anak-anak dan remaja?

Yang lebih menyedihkan lagi, motif pembunuhan di Makassar itu ialah si pelaku terobsesi melakukan transaksi organ tubuh manusia gara-gara tergiur tawaran di situs internet. Ya Tuhan, segampang itukah kewarasan dan kepolosan remaja mereka hilang, tergantikan oleh nafsu tak terkendali untuk mendapatkan uang?

Dunia yang semakin tua ternyata semakin tidak baik-baik saja, terutama buat anak-anak. Ibarat pisau bermata dua. Dunia yang kian canggih, kian mutakhir, semua serbadigital, rupanya tidak hanya menawarkan banyak manfaat positif, tapi juga melempar segudang efek negatif, pun terutama buat anak-anak.

Di satu sisi, kita mesti terus mendesak kepolisan untuk mengurai kasus ini sampai akar-akarnya. Tidak hanya berhenti soal pembunuhannya. Meski polisi menegaskan kasus ini tidak terkait jaringan perdagangan organ manusia, jika merunut pengakuan pelaku yang terinspirasi melakukan kejahatan karena website perdagangan tubuh, aparat semestinya tak ragu mengusutnya lebih dalam.

Di lain sisi, harus diakui ada kesalahan negara dan masyarakat dalam kasus tersebut. Mengapa? Karena salah satu hipotesis yang muncul sebagai pemicu pembunuhan anak di Makassar itu ialah pesatnya perkembangan teknologi digital yang tidak diimbangi dengan fondasi literasi yang kuat. Digitalisasi yang menyimpan daya rusak tinggi tidak dibarengi dengan penguatan literasi yang terus-menerus.

Padahal, tanpa literasi, nilai-nilai mendasar yang seharusnya ditanamkan kepada generasi penerus bangsa sejak dini bakal sulit diterapkan di tengah arus kemajuan teknologi. Karena itu, kasus Makassar semestinya juga alarm bagi pemerintah bahwa literasi digital sejak dini sangat penting diberikan kepada anak.

Akan tetapi, penguatan literasi juga bukan satu-satunya. Itu hanya satu bagian dari upaya besar yang mesti dilakukan negara dan seluruh komponen negara untuk memberi perlindungan dan hak asasi anak sesuai amanat Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Tidak bisa dimungkiri, kontrol pengawasan, baik oleh negara, masyarakat, dan orangtua masih lemah. Amat lemah. Kasus kekerasan terhadap anak yang terus terjadi hingga hari ini ialah bukti bahwa kita belum maksimal melindungi aset masa depan bangsa.

Mesti ada upaya radikal yang dilakukan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan kejahatan yang terus mengancam. Tanpa itu, tanpa kita sadari, kita sedang bersama-sama menghancurkan generasi pewaris bangsa.

BACA JUGA
BERITA LAINNYA